Jakarta, Aktual.com-Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fadli Zon menduga bentukan holding terhadap tiga BUMN Pertambangan sebagai modus untuk memuluskan jalan privatisasi terhadap perusahaan plat merah tersebut.
Setelah diprivatisasi, sambung Fadli, kecenderungan untuk melepas aset strategis tanpa persetujuan DPR RI pun kian mulus dilakukan Pemerintahan Jokowi-JK ini.
“Saya lihat ada potensi dan kecenderungan itu (penjualan aset negara,red) besar walaupun argumentasi pemerintah masuk akal yakni untuk memperbesar kapital,” kata Fadli di Jakarta dimuat Rabu (29/11).
“Tapi, apapun alasannya kita tidak mau kejadian seperti Indosat kembali terjadi, sehingga fungsi pengawasan DPR tidak boleh dihilangkan,” tambahnya.
Hal itu terkait dengan frasa dalam PP 72 tahun 2016 atas pembentukan holdingisasi terhadap BUMN yang menihilkan pengawasan dewan.
Masih dikatakan dia, seharusnya untuk mengambil kebijakan strategis yang memiliki dampak pada kepemilikan atau ownership BUMN tadi harusnya pemerintah berkonsultasi dan mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu.
“Ini karena BUMN itu diberikan amanah sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 untuk menguasai kekayaan alam negara. Tapi ini tidak ada komunikasi yang baik,” sebutnya.
“Jangan sampai karena aksi-aksi korporasi yang dilakukan kemudian tidak menjalankan Pasal 33 itu dengan baik,” ujar politikus Gerindra itu.
Berangkat dari hal itu, Fadli pun meminta pemerintah memberikan penjelasan yang komprehensif kepada DPR seputar pelaksanaan holdingisasi BUMN.
“Apalagi PP 72/2016 yang menjadi landasan hukum holding BUMN sampai hari ini masih ditolak teman-teman Komisi VI. Kami ingin PP 72/2016 direvisi dulu sebelum holding,” pungkasnya.
Pewarta : Novrizsl Sikumbang
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs