Kediri, Aktual.com – Perajin tahu takwa “GTT” di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, memutuskan untuk tidak produksi atau libur terlebih dahulu dari aktivitas membuat tahu, akibat harga kedelai yang mahal dan menurunnya penjualan di pasar.

“Kami memutuskan tidak produksi, pasarnya lesu. Kedua, harga kedelai juga mahal, daripada membuang tahu yang sudah jadi, kami tidak produksi dulu,” kata Pemilik CV Gudange Tahu Takwa (GTT) Gatot Siswanto di Desa Toyoresmi, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Rabu (23/3).

Ia mengatakan libur itu rencananya akan dilakukan selama dua hari terhitung mulai Rabu-Kamis (23-24/2). Selain dirinya, tujuh mitra lainnya juga ikut libur.

Dirinya menjelaskan, libur itu terpaksa dilakukan karena harga kedelai yang semakin mahal mencapai Rp11 ribu per kilogram. Selain itu, pasar saat ini juga lesu, sehingga sementara waktu tidak produksi membuat tahu.

Selama libur, dirinya meminta seluruh pekerja untuk bersih-bersih alat. Dengan itu, pekerja juga tetap di pabrik, namun tidak membuat tahu.

Dirinya tidak mengetahui apakah pemilik usaha tahu lainnya juga melakukan hal yang sama seperti dirinya dan mitra yang harus libur sementara waktu, imbas harga kedelai mahal dan lesunya pasar.

“Saya tidak tahu perajin lainnya, mungkin sama, karena harga kedelai mahal, mereka tidak bisa naikkan harga. Kami naikkan Rp1.000, dan ini pas kebetulan pasar lesu. Jadi, kami libur sekalian dengan mitra libur. Ada tujuh mitra yang juga libur produksi semua,” kata dia.

Setelah dua hari, Gatot mengatakan dimungkinkan akan kembali mengolah kedelai seperti biasa, namun dengan jumlah yang akan dikurangi.

“Kami akan tetap produksi, cuma sedikit dikurangi,” kata dia.

Di CV GTT tersebut, setiap hari rata-rata 300 kilogram mengolah kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu takwa. Namun, jumlah itu terkadang juga dikurangi menjadi 200 kilogram saja.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Kediri Tutik Purwaningsih mengatakan komoditas kedelai memang menjadi salah satu bahan evaluasi dari satgas pangan dan dinas perdagangan.

Ia mengakui, ada beberapa perajin yang tidak produksi terlebih dahulu, namun pihaknya tetap komunikasi dengan pemerintah provinsi terkait dengan harga kedelai.

“Memang ada beberapa dari sekian ribu perajin kami untuk tidak produksi. Yang masih berdaya mudah-mudahan lebih banyak lagi,” kata Tutik Purwaningsih. (*)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
As'ad Syamsul Abidin