Jakarta, Aktual.co — Kepala Pusat Penerangan hukum Kejagung Tony T Spontana menyatakan, penyidik tidak bisa memproses perkara pidana jika ada perkara perdata yang juga ikut berjalan.
Pernyataan itu, disampaikan menyusul perkara perdata Ade Sutisna selaku penerima kuasa dari keluarga besar H. Umar bin Djaelan bin Raden Tjepot Kaeran, atas kepemilikan tanah yang sedang berperkara di Pengadilan Negeri Cibinong namun dilaporkan di Polres Bogor.
“Kalau masalah perdatanya menyangkut sengketa kepemilikan tanah atau bangunan, maka pidana yang menyangkut hal itu harus dipending dahulu,” kata Kapuspenkum Tony T Spontana, di Kejagung, Jakarta, Rabu (11/2).
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Jokowi Watch, Junaidi, menyatakan, dalam surat edaran Kejagung itu jelas ditegaskan jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah, dimana status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki masih berperkara perdata di Pengadilan maka jika ada pihak yang dituduh melanggar tindak pidana misalnya berupa penyerobotan tanah, maka kasus tersebut tidak dapat dipidana pada tenggang berperkara perdata tersebut.
“Maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni sehingga tidak selayaknya dipaksakan untuk digiring masuk ke ranah pidana umum. Ini isi surat edaran Kejagung loh, bukan kita yang mengarang-ngarang,” tegas Junaidi.
Terkait kasus yang dialami kliennya bernama Ade Sutisna, menurut dia terkesan aneh. Pasalnya, Ade selaku penerima kuasa dari keluarga Umar yang saat ini tengah melayangkan gugatan perdata di pengadilan Cibinong, lalu menjadi tersangka dalam perkara pidana umum didalam objek sengketa tanah yang sama.
“Pasal yang dipersangkakan pun pasal 363 KUHP dengan tudingan pencurian tanah dengan pengurukan, berdasarkan Laporan Polisi (LP) nomor LP/B/1068/XI/2014/JABAR/RES BGR tanggal 6 November 2014,” ucap dia.
Nah, karena itu Junaidi mempertanyakan sikap penyidik dibawah komando Kapolres Kabupaten Bogor AKBP Sonny Mulvianto Utomo yang telah menetapkan status kliennya Ade Sutisna sebagai tersangka dalam persoalan tanah tersebut.
Dia menyebut, ada empat peraturan yang diduga dilawan Kapolres itu, yakni, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI nomor 1 tahun 1956 dan Surat Edaran MA (SEMA) RI nomor 4 tahun 1980 dan surat panduan dalam sistem penuntutan yang dikeluarkan oleh Kejagung nomor B-230/E/Ejp/01/2013 tanggal 22 Januari 2013, serta Peraturan Kapolri (Perkap) pasal 61 dan 62.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















