Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) sampai sekarang belum menerima salinan putusan Peninjauan Kembali (PK) Yayasan Supersemar, yang mengharuskan membayar 315 juta dolar AS dan Rp 139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat ini.

“Perkara perdata Yayasan Supersemar sampai hari ini belum diterima hingga kami belum bisa memberikan pernyataan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana di Jakarta, Rabu (12/8).

Kendati demikian, kata dia, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) akan terus berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku eksekutor perintah putusan PK tersebut.

Dia menambahkan, nantinya dari pihak terkait seperi penggugat yakni Kejagung dan tergugat, Yayasan Supersemar akan menerima salinan putusan itu.

“Lebih baik kita menunggu saja,” kata dia..

Dalam PK yang dijatuhkan pada 8 Juli 2015 tersebut, Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dolar AS dan Rp 139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp 4,4 triliun dengan kurs saat ini.

Putusan diambil oleh ketua majelis Suwardi, Soltoni Mohdally dan Mahdi Sorinda yang mengabulkan PK yang diajukan Negara RI cq Presiden RI melawan mantan presiden Soeharto dan ahli warisnya sekaligus menolak PK yang diajukan Yayasan Supersemar.

Artinya PK tersebut memperbaiki kesalahan pengetikan putusan pada 2010 yang dipimpin oleh Harifin Tumpa (saat itu menjabat sebagai ketua MA) dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto memutuskan harus membayar kembali kepada negara sebesar 315 juta dolar AS (berasal dari 75 persen dari 420 juta dolar AS) dan Rp 139,2 miliar (berasal dari 75 persen dari Rp 185,918 miliar). Namun dalam putusannya MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tapi Rp 139,2 juta.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu