Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar. ANTARA/HO-Kejagung.

Jakarta, Aktual.com – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menilai pelaporan Prof. Bambang Hero Saharjo ke polisi adalah langkah yang salah besar.

Sebagai informasi, Prof. Bambang Hero Saharjo yang merupakan ahli dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015–2022 dilaporkan ke Polda Bangka Belitung atas tuduhan memberikan keterangan palsu terkait dengan kerugian negara akibat kasus tersebut.

Ketika dihubungi di Jakarta, Senin (13/1), Harli menjelaskan bahwa posisi ahli dalam memberikan keterangan dengan dasar pengetahuannya adalah bebas dan dijamin oleh undang-undang.

Apabila mengacu pada Pasal 1 angka 28, Pasal 120, dan Pasal 186 KUHAP serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 tentang Pelindungan Saksi dan Korban, menurut dia, justru ahli harus dilindungi dalam memberikan keterangan.

“Jadi, salah besar jika ahli dilaporkan karena keterangannya dalam pembuktian suatu peristiwa pidana,” ucapnya.

Kapuspenkum menegaskan bahwa ahli telah memberikan keterangannya atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara.

“Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik,” ucapnya.

Mantan Kajati Papua Barat itu juga mengatakan bahwa pengadilan dalam putusannya telah menyatakan bahwa kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dalam perkara tersebut sebesar Rp271 triliun.

Putusan itu, kata dia, menunjukkan bahwa pengadilan juga sependapat jaksa penuntut umum (JPU) bahwa kerugian kerusakan lingkungan tersebut merupakan kerugian keuangan negara.

“Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?” ujarnya.

Diketahui bahwa Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung Andi Kusuma melaporkan Guru Besar IPB Prof. Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung pada hari Rabu (8/1).

Dalam laporan tersebut, Andi menuduh Prof. Bambang memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta atau keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal ini menyatakan bahwa siapa pun yang dalam keadaan di mana undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah, baik secara lisan maupun tertulis, namun justru memberikan keterangan palsu di atas sumpah, dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya 7 tahun.

Jika keterangan palsu tersebut diberikan dalam perkara pidana yang tersangkanya diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, pelaku dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya 9 tahun.

Kasus ini bermula dari permintaan Kejaksaan Agung Republik Indonesia kepada Prof. Bambang untuk melakukan perhitungan terkait dengan kerugian negara yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan di wilayah tambang Bangka Belitung.

Berdasarkan hasil analisisnya, Prof. Bambang menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan mencapai angka yang sangat besar, yaitu Rp271 triliun.

Namun, angka tersebut memicu kontroversi. Andi Kusuma mempertanyakan keahlian dan kompetensi Prof. Bambang sebagai ahli dalam melakukan estimasi kerugian negara.

Menurut Andi, langkah hukum ini diambil karena adanya dugaan bahwa keterangan yang disampaikan oleh Prof. Bambang tidak sepenuhnya akurat atau dapat dipertanggungjawabkan sehingga berpotensi merugikan pihak-pihak terkait.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan