Jakarta, Aktual.co — Selama periode Januari-Februari 2015 Pertamina mencatatkan kerugian bersih sebesar USD212,3 Juta atau setara dengan Rp2,7 triliun (asumsi Rp13000/USD). Pertamina sendiri mengklaim bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh anjloknya bisnis di sektor hilir yang mencapai USD368 juta.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidus) Kejaksaan Agung, R Widyo Pramono mengatakan, akan meninjau kerugian yang diderita PT Pertamina (Persero) di awal tahun 2015.
Widyo menegaskan, untuk mengetahui apakah kerugian yang ditanggung badan usaha pelat merah tersebut akibat adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka pihaknya harus mendalami penyebab kerugian anak perusahaan dari kementrian yang dipimpin oleh Rini Soemarno itu.
“Kita tinjau dulu, baru kita dalami kasusnya sejauh mana,” ucap Widyo di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/4).
Sebelumnya, Analis Ekonomi AEPI (Asosiasi Ekonomi-Politik Indonesia), Kusfiardi menilai bahwa kerugian sebesar Rp2,7 Triliun yang dialami PT Pertamina (Persero) tersebut berbanding terbalik dengan amanat Undang-Undang (UU) Perseroan yang menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus bisa meraup keuntungan.
“Konteks UU perseroan dan BUMN mestinya mengikat pada BUMN yang berbentuk persero. Harus ada audit BPK untuk menelisik lebih jauh apakah dalam kerugian Pertamina ada tindakan memperkaya diri sendiri dan orang lain,” kata Kusfiardi kepada Aktual melalui pesan singkatnya di Jakarta, Rabu (8/4).
Menurutnya, jika ditemukan unsur tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain, maka sudah seharusnya diproses melalui hukum. “Harus diproses hukum atas perbuatannya memperkaya diri sendiri dan orang lain yang berakibat pada kerugian perusahaan milik negara,” ujarnya.
Sehingga, sambung dia, jika kerugian perseroan timbul karena tindakan yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi (Tipikor) maka bisa dikenai delik tipikor. Namun jika kerugian korporasi dikarenakan situasi yang dianggap lazim akibat kondisi pasar, maka bisa saja dari hasil audit BPK jajaran manajemen dicopot akibat buruknya kinerja.
“Yang lebih pas untuk Pertamina ya buruknya kinerja direksi dan manajemen. Paling dekat harus ada tindakan terhadap direksi dan manajemen Pertamina tersebut. Bisa dengan copot direksi bahkan sampai level manajer,” tuntasnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















