Jakarta, aktual.com — Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, mengatakan, penyelidikan dugaan korupsi Sritex akan membuka apa sebenarnya yang membuat pabrik tekstil yang dulu terbesar di Asia Tenggara ini mengalami kebangkrutan. Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak perlu ragu-ragu untuk mengusut tuntas dugaan adanya praktik korupsi dalam pemberian fasilitas kredit setotal Rp 3,6 triliun oleh bank-bank pemerintah nasional dan daerah untuk Sritex.
“Penanganan kasus ini justru akan mengungkap fenomena kenapa sebuah perusahaan ini bangkrut. Apa memang ‘bangkrut beneran’ apa ‘bangkrut bangkrutan’ . atau ada suatu permainan sehingga menjadi pailit,” ungkap Hibnu.
Langkah Kejagung ini akan menjadi pelajaran untuk korporasi bahwa fasilitas kredit harus benar-benar digunakan untuk penguatan korporasi. “Bukan menyimpang untuk hal-hal lain, apalagi digunakan untuk keuntungan pribadi,” jelas dia.
Penanganan kasus ini, lanjut Hibnu, karena kejaksaan melihat adanya penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit untuk Sritex. Dengan demikian, menurut Hibnu, kemungkinan penyelidikan kejaksaan tidak hanya ke pimpinan Sritex, tetapi juga akan mengarah ke bank-bank yang memberikan fasilitas kreditnya. “Apakah pemberi kredit sesuai dengan prosedur, apakah sesuai dengan sasaran,” kata dosen pengajar di Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto ini.
Kejagung telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Sritex 2005-2022 Irwan Setiawan Lukminto (ISL) sebagai tersangka utama dalam kasus ini. Selain itu juga menetapkan dua tersangka lain, yaitu Dicky Syahbandinata (DS) yang diketahui selaku Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank Jawa Barat (Jabar) Banten, serta Zainuddin Mappa selaku Dirut Bank DKI 2020.
Dalam pengusutan korupsi terkait PT Sritex ini, penyidik total sudah memeriksa 55 orang sebagai tersangka, dan satu ahli. Korupsi yang menyeret PT Sritex sebagai objek penyidikan, terkait dengan penyimpangan dan pemberian serta penggunaan fasilitas kredit setotal Rp 3,6 triliun oleh bank-bank pemerintah nasional dan daerah.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano