Jakarta, Aktual.com — Tim penyelidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) diam-diam mendatangi kantor PT Hotel Indonesia Natour di Menara BCA, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/2).

Penyelidikan perkara ini, terkait dengan dugaan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh PT Grand Indonesia.

Komisaris PT Hotel Indonesia Natour, Michael Umas membenarkan bahwa kantornya digeledah jaksa penyelidik sekitar pukul 15.00 WIB tadi.

“Saya ditelepon sama sekretaris di kantor saya, bahwa ada 6 penyidik yang datang ke sana,” kata Michael saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Rabu (17/2) petang.

Menurut Michael, jaksa penyelidik menyita sejumlah dokumen dari kantornya. Tetapi ia tidak mengetahui detail berapa banyak dokumen yang disita.

Yang pasti, sambung dia, dokumen yang disita terkait dengan kasus tersebut. “Tapi kan prinsipnya direksi kita, karena baru semua, kita kooperatif saja, apapun permintaan kejaksaan,” ujar Michael.

Namun, Michael mengaku tidak tahu persis mengenai perkembangan kasus tersebut. Yang jelas pada Senin 15 Februari 2016 kemarin, Kejagung telah memeriksa Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour.

“Kemarin sudah dipanggil kejaksaan Dirut saya. Yang jelas semua keterangan sudah diberikan ke kejaksaan. Yang pasti terkait Built, Operate, Transfer (BOT) nya ini,” terang Michael.

Negara berpotensi dirugikan triliunan rupiah akibat murahnya sewa dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pengelola Hotel Indonesia dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia yaitu PT Grand Indonesia, anak usaha PT Cipta Karya Bumi Indah.

PT Cipta Karya Bumi ditunjuk sebagai pengelola Hotel Indonesia sejak memenangi tender Build, Operate, Transfer (BOT) Hotel Indonesia pada 2002.

Kerja sama operasi pengelolaan Hotel Indonesia diteken BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN), sebagai perwakilan pemerintah, dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) dan PT Grand Indonesia pada 13 Mei 2004. PT Grand Indonesia dibentuk PT Cipta Karya Bumi untuk mengelola bisnis bersama Hotel Indonesia.

Komisaris PT Hotel Indonesia Natour, Michael Umbas mengaku ada ada beberapa fakta janggal yang didapatinya semenjak duduk sebagai komisaris PT HIN pada November 2015.

Dalam kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI yakni:

1. Hotel Bintang 5 (42.815 m2)

2. Pusat perbelanjaan I (80.000 m2)

3. Pusat perbelanjaan II (90.000 m2)

4. Fasilitas parkir (175.000m2)

Namun dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009 ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski, di mana kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN.

Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan dua bangunan yang dikomersilkan tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby