Jakarta, Aktual.com – Direktur Center For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mempertanyakan penanganan kasus pajak Asian Agri Group yang sampai saat ini belum jelas.
“Nah, kini menjadi janggal. Satu tersangka menjadi tumbal dan 8 tersangka sisanya dapat “bonus” bahwa kasusnya dibawa ke pidana umum, apalagi dinyatakan tidak ada pidananya,” kata Uchok kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/12).
Dia melihat, kasus ini sudah dikembalikan ke Ditjen Pajak dan dinyatakan bukan lagi jadi kasus pidana, tapi sudah menjadi kasus utang piutang pajak karena mereka menyanggupi untuk membayar denda pajak.
“Hebat kan hukum bisa disulap dengan gampangnya. Seharusnya, kejaksaan, ngotot dong, kasus ini harus tetap pidana khusus. Jangan mau disulap kemana mana, masa hukum bisa kalah dan masuk angin sih,” ujar Uchok.
Terlebih, kata Uchok, pada 18 Desember 2012 Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Putusan Nomor 2239 K/PID.SUS/2012 menghukum Suwir Laut, selaku Tax Manager Asian Agri Group, dengan hukuman pidana dua tahun penjara dengan percobaan tiga tahun dan mengharuskan korporasi AAG membayar denda Rp2,52 triliun.
Pada Februari 2014 Asian Agri Group akhirnya menyanggupi untuk membayar denda pajak senilai Rp2,5 triliun namun dilakukan secara mencicil. Dimulai cicilan pertama dibayarkan sebesar Rp200 miliar pada Senin 3 Maret 2014 dan harus lunas pada Oktober 2014.
Diketahui Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah menyebut kasus penggelapan pajak yang melibatkan perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto tersebut adalah perkara pidum.
”Berkas sudah dikembalikan ke pajak dan tidak ada pidananya dalam laporan yang sudah didengarnya,” ungkapnya saat dikonfirmasi usai melakukan Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di gedung DPR, Senayan, Selasa (6/12).
Selama ini berkas penyidikan kedelapan tersangka itu masih kerap bolak-balik antara penyidik Ditjen Pajak dengan Kejaksaan. Pasalnya, berkas delapan tersangka itu masih terus diberi catatan oleh jaksa agar dilengkapi penyidik pajak. Diantaranya masih perlunya tambahan keterangan yang dimintakan Kejaksaan Agung, khususnya ketika delapan tersangka ini dikaitkan dengan pidana korporasinya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid