Jakarta, Aktual.com – Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Kejaksaan Agung untuk menjadi pihak terkait dalam perkara pengujian dua undang-undang (UU).
Dua regulasi yang dimaksud adalah UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Mahkamah sengaja menjadikan Kejaksaan Agung sebagai pihak terkait dalam perkara ini, karena ada wilayah-wilayah penegakan hukum yang tidak bisa dipisahkan fungsinya,” jelas Hakim Konstitusi Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (13/11).
Hal tersebut dikatakan Suhartoyo ketika pihak pemerintah yaitu Kementerian Hukum dan HAM, menanyakan peran Kejaksaan Agung sebagai pihak terkait dalam perkara nomor 84/PUU-XVI/2018, yang diajukan oleh terpidana kasus Bank Century Robert Tantular.
“Fungsi-fungsi yang merupakan bagian ketika menghadap di MK sebagai satu kesatuan dengan Pemerintah, tapi dalam kewenangan penegak hukum ada yang sifatnya independen,” jelas Suhartoyo.
Lebih lajut Suhartoyo mengatakan Mahkamah ingin mendengar keterangan pihak Kejaksaan Agung sebagai pihak terkait untuk menjelaskan wilayah-wilayah praktik dalam penerapan pasal-pasal yang diujikan oleh Robert Tantular selaku pemohon perkara a quo.
“Penerapkan pasal yang menjadi persoalan yang dipersoalkan oleh pemohon tentu saja tidak bisa dijelaskan oleh pemerintah, dalam arti ketika menjelaskan norma,” tutur Suhartoyo.
Sementara itu mengenai posisi Mahkamah Agung dan pihak Kepolisian yang turut menjadi pihak terkait, dijelaskan Suhartoyo bahwa dua lembaga hukum tersebut merupakan satu kesatuan dalam perkara a quo, dimana yang menjadi hulu adalah pihak Kepolisian dan Mahkamah Agung menjadi hilir.
Dalam kesempatan yang sama Hakim Konstitusi Arief Hidayat menambahkan bahwa dalam implementasi Pasal 272 KUHAP dan Pasal 65 KUHP terjadi perbedaan persepsi di antara para penegak hukum.
“Atas dasar itulah, maka Kejaksaan dan Polri yang biasanya tergabung dalam sisi eksekutif, kami keluarkan menjadi pihak terkait dalam perkara a quo, supaya dalam implementasi pasal ini nanti ada kesamaan persepsi terhadap pasal-pasal a quo,” tukas Arief.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Kamis (18/10), Robert melalui kuasa hukumnya Bonni Alim Hidayat menyatakan bahwa pemberlakuan pasal-pasal a quo telah merugikan pihak Robert selaku pemohon.
Rumusan norma dalam pasal a quo dinilai pemohon tidak mencerminkan rasa keadilan hukum dan kemanfaatan karena pemberlakuannya menyebabkan pemohon menjalani hukuman pidana melebihi aturan.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan