Petugas membawa tumpukan uang di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Jumat (29/7). Bank Indonesia mencatat dana asing yang masuk ke dalam negeri atau "capital inflow" hingga 25 Juli 2016 telah mencapai Rp128 triliun sebagai respons atas pemberlakuan program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/16.

Jakarta, Aktual.com – Semula ingin mengejar dana-dana orang Indonesia yang diparkir di luar negeri dengan program pengampunan pajak (tax amnesty) ini, kini pemerintah malah mengejar dana masyarakat yang ada di dalam negeri.

Tindakan pemerintah tersebut justru telah mengingkari tujuan awal dari tax amnesty ini. Makanya saat ini, masyarakat pun mulai terancam dengan kehadiran tax amnesty itu.

“Memang sasaran Tax Amnesty adalah dana di luar negeri, bukan harta di dalam negeri. Pemerintah harus ingat itu jangan mengingkarinya,” tutur Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, dalam keterangan yang diterima, Rabu (31/8).

Karena, berdasar UU Nomor 11 tahun 2016 soal Pengampunan Pajak itu, diatur tujuan pengampunan pajak adalah membawa pulang dana di luar negeri atau repatriasi. Untuk itu, mestinya pemerintah harus fokus untuk mengejar dana-dana di luar negeri agar bisa dibawa pulang ke dalam negeri.

“Karena faktanya, terdapat banyak dana milik WNI yang disimpan di negara suaka pajak, dengan berbagai alasan. Itu harus dikejar, makanya ada tax amnesty,” tandas dia.

Namun sayangnya, sejauh ini pencapaian dana repatriasi sendiri sangat minim. Hingga Selasa (30/8) kemarin, dana repatriasi masih sangat sedikit, yakni Rp9,6 triliun. Sedang dana deklarasi dalam negeri sebesar Rp98,4 triliun, dan deklarasi luar negeri sebanyak Rp17,9 triliun. Tapi yang lebih parah lagi, uang tebusan hanya mencapai Rp2,62 triliun (atau 1,6% dari target sebesar Rp165 triliun).

Menurut Yustinus, berdasar data Tax Justice Network (2010) tercatat angka sekitar US$ 331 miliar (Rp 4.000 triliun) milik WNI yang ada di luar negeri. Tapi berdasar data Global Financial Integrity (2014), aliran dana haram dari Indonesia ke luar negeri selama lima tahun terakhir mencapai Rp1.000 triliun.

“Ke depannya, akan berlaku AEOI (Automatic Exchange of Information) pada 2018. Sehingga pemerintah akan lebih efektif dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Makanya dengan tax amnesty dana yang di luar negeri harus kembali,” papar dia.

Meski begitu, dia sendiri mengakui, tetap potensi dana di dalam negeri masih besar, kendati tak sebesar dana yang diparkir di luar negeri.

“Memang, potensi ekonomi informal di dalam negeri juga sangat besar. Ini mungkin jadi alasan pemerintah,” terang dia,” jelas Yustinus.

Berdasar sata dari Schneider (2010), tercatat ada sekitar 18% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau sekitar Rp 2.000 triliun yang merupakan ekonomi informal. “Kalau menyasar yang di dalam negeri memang untuk memperluas basis data perpajakan,” ungkapnya.

Bagi dia, memang dengan mempertimbangkan keterbatasan pemerintah yang ada, baik regulasi, akses, dan kompetensi, bagi pemerintah memfasilitasi melalui tax amneaty untuk memberi kesempatan bagi wajib pajak dalam mengungkap hartanya dengan benar. Dengan begitu, para wajib pajak tidak dikenai sanksi administrasi maupun pidana perpajakan.

“Karena memang tujuan tax amnesty itu lebih fokus pada perluasan basis data perpajakan. Makanya dana di luar negeri harus dikejar,” ujar Yustinus. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid