Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dianggap mempromosikan teknologi beracun dalam proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa).
Senior Advisor BaliFokus, Yuyun Ismawati mengingatkan, kesehatan lingkungan dijamin sebagai hak semua orang. Dan Indonesia memiliki komitmen internasional untuk mengurangi emisi dan pelepasan persistent organic pollutants (POPs).
“Namun, pemerintah justru mempromosikan teknologi yang akan mengeluarkan pencemar persisten, logam berat, dan abu sisa bakaran yang bersifat B3 (bahan berbaya dan beracun),” ujar ucap peraih Goldman Environmental Prize 2009 atas kiprahnya dalam pengelolaan sampah dan pembangunan berkelanjutan ini, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/6).
Kata Yuyun, pihaknya beserta sejumlah organisasi lingkungan telah menyampaikan keberatan atas proyek percepatan pembangunan PLTSa ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelum Perpres No. 18/2016 disahkan.
Sayangnya, perpres tetap diundangkan tanpa studi-studi yang direkomendasikan dan proses konsultasi publik dahulu.
Karenanya, diharapkan Mahkamah Agung (MA) dalam memutuskan gugatan yang dilayangkan pihaknya beserta sejumlah organisasi lingkungan lain, nantinya melihat permasalahan hukum dalam perpres tersebut secara bijak.
Dia yakin Perpres No. 18/2016 diyakini tidak akan berjalan optimal. Karena sampah Indonesia umumnya basah serta menyulitkan pembakaran sesuai persyaratan teknis, tanpa menambahkan bahan bakar fosil dan proses pengeringan yang memakan biaya signifikan dan memboroskan energi.
Artikel ini ditulis oleh: