Jakarta, Aktual.co — Kejaksaan Negeri Pamekasan, Madura saat ini tengah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi bantuan beras miskin. Berdasarkan laporan, ada 178 aduan dan hanya empat saja yang tengah dilakukan penyidikan.
“Yang terakhir dan kasusnya kini sedang disidangkan di pengadilan adalah kasus dugaan korupsi raskin di Desa Klompang Timur, Kecamatan Pakong,” kata Kasi Pidana Khusus Kejari Pamekasan Agita Tri Moertjahjanto, Sabtu (6/6).
Tiga desa lainnya, masing-masing Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan dan Desa Toket, Kecamatan Proppo, Pamekasan. Dari empat desa yang diproses hukum itu, jumlah tersangka dalam kasus itu sebanyak lima orang.
Di Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu sebanyak satu orang, yakni Urip, Desa Larangan Slampar bernama Mustahep, Desa Klompang Timur, Kecamatan Pakong bernama Zainal Abidin dan di Desa Toket, Kecamatan Proppo dua orang, yakni Wasil dan Isnaini.
“Di Desa Toket itu dua orang karena mereka adalah mantan kepala desa dan kepala desa saat ini. Mereka adalah suami istri,” kata Agita.
Lebih lanjut, Agita menjelaskan dari empat kasus dugaan korupsi raskin di empat desa yang telah diproses hukum itu, dua diantaranya telah divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, yakni Desa Tanjung dan Desa Larangan Slampar, sedang dua desa sisanya masih dalam proses.
“Yang Desa Klompang Timur ini sudah disidangkan dan saat ini telah memasuki agenda tuntutan, sedangkan yang di Desa Toket, Kecamatan Proppo, menunggu agenda sidang dan berkasnya telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Surabaya,” katanya.
Sebenarnya, katanya, ada satu desa lagi yang berkasnya telah diserahkan masyarakat ke Kejari Pamekasan, yakni kasus dugaan korupsi raskin di Desa Branta Tinggi, Kecamatan Tlanakan. Hanya saja, tim penyidik Kejari Pamekasan masih mengumpulkan bahan data dan keterangan (pulbaket) terkait kasus itu dan belum masuk pada tingkat penyidikan.
Kasus dugaan korupsi bantuan beras bagi warga miskin di Kabupaten Pamekasan ini, terjadi di semua desa yang tersebar di 13 kecamatan di wilayah itu.
Modus yang dilakukan dengan cara mengurangi jatah bantuan kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) dari seharusnya 15 kilogram per RTS-PM hanya 5 kilogram, bahkan ada yang hanya menerima 3 kilogram.
Selain itu, ada juga oknum aparat desa yang hanya menyerahkan bantuan selama 2 kali dalam setahun. Padahal jatah bantuan raskin dari pemerintah pusat itu setiap bulan.
Forum Kajian Kebijakan Publik (FKKP) Madura merilis, akibat praktik korupsi itu, negara dirugikan sekitar Rp58 miliar lebih setiap tahunnya dan dugaan korupsi bantuan raskin ini terjadi sejak program tersebut diselenggarakan hingga saat ini.
“Kalau program ini tepat sasaran dan warga miskin menerima bantuan sebagaimana ketentuan, kami yakin tidak ada warga di negeri ini yang hidupnya terlantar. Tapi, karena lebih banyak dikorupsi, hasilnya tidak maksimal,” kata Direktur FKKP Madura, Muid Syakrani.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu