Pegiat lingkungan yang tergabung dalam solidaritas Surabaya untuk Salim Kancil melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (1/10). Mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan pertambangan pasir di Lumajang dan menuntut kepolisian mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil seorang aktivis lingkungan. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pd/15

Surabaya, Aktual.com – Kejaksaan Negeri Surabaya menerima pelimpahan tahap dua kasus pengeroyokan yang menyebabkan meninggalnya aktivis lingkungan asal Lumajang, Jawa Timur, Salim Kancil.

Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Didik Farkhan, mengatakan, berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung (MA) dan kondisi keamanan yang tidak memungkinkan untuk disidangkan di Lumajang.

“Berdasarkan surat Ketua Mahkamah Agung, kondisi persidangan di Lumajang tidak memungkinkan dan sesuai pasal 85 KUHP, maka persidangan dilimpahkan ke PN Surabaya,” ujarnya di Surabaya, Kamis (21/1).

Ia mengemukakan, sebanyak 27 tersangka akan dibagi menjadi 4 berkas perkara pembunuhan, 7 berkas perkara pengeroyokan, 4 berkas perkara pertambangan, dan 1 berkas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Nantinya para tersangka akan disidangkan oleh jaksa gabungan dari Kejari Surabaya dan Kejari Lumajang,” ucapnya.

Ia mengatakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian memeriksa masing-masing identitas dan berkas perkara para tersangka satu persatu.

“Dalam pelimpahan tahap II tersebut, Kepala Kejari Lumajang juga turut hadir mendampingi para tersangka dalam pemeriksaan,” tuturnya.

Ia mengatakan, selain tersangka, penyidik Polda Jatim juga menyerahkan barang bukti di antaranya, 4 mobil, batu, cangkul, dan uang Rp500 juta.

“Karena berkas perkara sudah dinyatakan P21 (sempurna), maka penyidik Polda Jatim melakukan pelimpahan tahap dua (tersangka dan barang bukti),” ujarnya, menambahkan.

Kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan terjadi pada Sabtu pagi, 26 September 2015. Dua warga Desa Selok Awar-awar itu menjadi korban penyiksaan lebih dari 30 orang yang mendukung penambangan pasir liar di Pantai Watu Pecak atau anak buah Kepala Desa Selok Awar-Awar yang kini menjadi tersangka.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara