Pekanbaru, Aktual.com – Dalam persidangan kasus dugaan korupsi akuisisi saham kontraktor tambang batu bara PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bukit Multi Investama (BMI), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan telah menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Akuntan Publik (AP) untuk menghitung kerugian negara.

Namun, kehadiran ahli dari pihak Kejati tersebut menuai kritikan karena dipertanyakan kredibilitas dan kompetensinya di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang.

Menurut Sekretaris Eksekutif CERI, Hengki Seprihadi, dalam penanganan kasus ini, beberapa ahli yang memberikan keterangan di persidangan tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar akuntan publik. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan motif di balik pemilihan ahli tersebut oleh Kejaksaan Sumsel untuk menghitung kerugian negara.

“Hal yang menarik, ahli yang dihadirkan tidak memiliki sertifikasi di bidang investigasi sesuai Standard Jasa Investigasi (SJI), serta tidak memiliki pengalaman yang memadai,” ungkap Hengki pada Minggu (3/3/2024).

Hengki juga menyoroti fakta bahwa tim perhitungan kerugian negara yang ditunjuk oleh Kejati Sumsel tidak memiliki keahlian dalam bidang investigasi yang diperlukan sesuai dengan SJI (CPI), yang mengundang pertanyaan serius terkait validitas hasil audit.

Dalam konteks tersebut, Ahli Keuangan Negara, Eko Sembodo, menekankan pentingnya objektivitas dan asas asersi dalam melakukan audit, serta perlunya konfirmasi kepada semua pihak terkait untuk memastikan keakuratan data yang digunakan.

Pada penutupan sidang pada Jumat (1/3/2024), beberapa ahli perhitungan kerugian negara meminta perlindungan hukum karena telah dilaporkan oleh terdakwa, menimbulkan kompleksitas lebih lanjut dalam penanganan kasus ini.

Selain itu, CERI juga menyoroti sejarah kasus ini yang telah mengalami penundaan berulang sejak tahun 2015, 2018, dan 2021, sebelum akhirnya kembali diselidiki pada tahun 2022.

“Keputusan untuk menghidupkan kembali penyelidikan kasus ini pada tahun 2022, terutama setelah pergantian kepemimpinan di Kejaksaan, memunculkan pertanyaan terkait motivasi dan konsistensi penegakan hukum,” tambah Hengki.

Kasus ini melibatkan lima terdakwa, termasuk mantan pejabat PTBA, dan terus menjadi perhatian publik karena implikasinya terhadap integritas lembaga hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang adil dan transparan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan