Dalam memberikan sambutan di Rapimnas, Jokowi mengaku merasa heran mengapa kepemimpinannya dicap otoriter.
“Tapi yang saya heran kalau tidak salah, di medsos Agustus 2017 yang lalu, saya baca, disampaikan saya adalah pemimpin yang otoriter. Saya heran saja, kok kok dibilang otoriter,” kata Jokowi di Lokasi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini merasa tidak otoriter. Karena dia tidak memiliki perawakan yang sangar dan selalu tersenyum. Menurutnya, tidak ada potongan sama sekali pemimpin yang otoriter. Terlebih, klaim dia penampilannya juga tidak sangar.
Jokowi pernah dituding otoriter setelah rilis Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Beberapa pihak menilai Perppu itu menunjukkan bahwa Jokowi bersikap diktator. Pemerintahan Jokowi bahkan lebih dari represif dari pada Orde Baru.
“Makanya saya berani bilang saya bukan seorang pemimpin otoriter, saya ini seorang demokrat,” ucapnya.
Namun demikian, meski Jokowi dan SBY saling memberi sinyal, arah politik Partai Demokrat di Pilpres 2019 mendatang ditentukan Majelis Tinggi Partai berlambang mercy itu. Apalagi arah politik itu tidak dibahas dalam Rapimnas.
“Hal itu akan dibahas di Majelis Tinggi Partai,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan di lokasi Rapimnas Partai Demokrat, Minggu (11/3/2018).
Arah politik partai berlambang mercy itu akan dibahas dalam waktu dekat. “Belum, ini masih berproses, masih ada empat atau lima bulan ke depan,” ucapnya.
Terlebih, dalam Rapimnas, Partai Demokrat tidak sama sekali membahas capres maupun cawapres di Pilpres 2019. Hal itu dilakukan, kata dia, semata-mata untuk konsolidasi Partai Demokrat dan bagaimana memenangkan Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
“Tapi kita terbuka untuk berkoalisi ke Jokowi tapi tidak menutup kemungkinan berkoalisi dengan yang lain. Belum diputuskan dan tidak dibahas di Rapimnas ini,” tutupnya.
Sementara, Pengamat politik dari “The Indonesian Institute” Fadel Basrianto mengatakan saat ini Jokowi merupakan tokoh yang memiliki tingkat elektabilitas tertiggi dibandingkan kandidat lain yang pernah disebut dalam sejumlah survei selama ini.
Sinyal politik SBY, menurut dia, adalah bentuk strategi SBY memanfaatkan momentum tingginya elektabilitas Jokowi untuk menjajaki kemungkinan dipasangkannya Jokowi dengan putra SBY Agus Harimurti Yudhoyono dalam Pilpres 2019.
Selain itu, kata dia, dengan adanya sinyalemen dukungan Demokrat kepada Jokowi dalam Pilpres nanti, dapat dibaca sebagai strategi SBY untuk mengamankan pemilih potensial Demokrat yang secara figur lebih memilih Jokowi dibandingkan Agus Harimurti Yudhoyono.
Begitu juga disampaikan pengamat politik dari Universitas Padjajaran Yusa Djuyandi, yang mengatakan bahwa sinyalemen politik yang dilontarkan SBY memang kontras dengan sikap Demokrat diawal pemerintahan Jokowi. Awalnya ada cukup banyak hal yang berseberangan antara SBY dengan Jokowi.
Tetapi, menurut dia, tidak bisa dipungkiri masih tingginya elektabilitas Jokowi dan ketiadaan alternatif calon lain yang bisa mengimbangi Jokowi membuat SBY dan Demokrat kemungkinan pada akhirnya secara rasional mendukung Jokowi.
Apalagi posisi Demokrat selama empat tahun ini tidak berpihak pada kubu manapun. Maka sinyal politik SBY bisa dikatakan sebagai strategi untuk menentukan posisi politik di 2019. Yusa memandang Demokrat tengah memetakan pihak yang memiliki potensi besar untuk menang, apakah Jokowi, Prabowo, atau justru ada calon alternatif lain.
Pengamat politik dari “Indonesian Public Institute” Jerry Massie melihat sinyal politik SBY sudah terbaca sejak jauh-jauh hari. Misalnya dengan kehadiran Agus Harimurti Yushoyono ke Istana Negara. Walaupun dibalut dengan maksud menyampaikan undangan Rapimnas untuk Presiden Jokowi, tetapi diutusnya Agus Harimurti ke Istana itu boleh jadi ada maksud tersendiri.
Bagi Jerry, ini adalah manuver politik Demokrat di bawah kepemimpinan SBY. Menurut Jerry, sejatinya ini adalah seni politik yang sedang dimainkan SBY. SBY dinilai memahami tipisnya peluang Agus Harimurti Yudhoyono untuk menang dalam Pilpres. Maka satu-satunya jalan adalah dengan masuk ke gerbong pemerintahan dengan mendukung Jokowi.
Apalagi, SBY sudah lama dikenal sebagai ahli strategi politik. Mantan Menkopolhukam itu dinilainya lihai membaca peta dan konstelasi politik, bahkan matematika politik. Jerry pribadi mengaku sudah menduga Demokrat akan mendukung Jokowi, namun seiring dengan itu ia meyakini Demokrat tetap akan menampilkan figur Agus Harimurti Yudhoyono agar elektabilitas Agus naik.
Dia menekankan politik kadang kala tak ubahnya sebuah permainan. Kadang seseorang harus menyerang, kadang pula harus bertahan. Strategi politik SBY saat ini, lebih cenderung bermain aman. Keberhasilan koalisi Demokrat dengan Jokowi akan ikut ditentukan oleh komunikasi politik Demokrat dengan PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri.
Pintu bagi Demokrat Pimpinan partai koalisi agaknya juga sudah membuka pintu bagi Demokrat untuk bergabung. Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam pernyataannya kepada wartawan mengatakan PDI Perjuangan selaku partai pengusung utama Presiden Jokowi menilai semua partai, tak terkecuali Demokrat, mendapat tempat sangat penting dalam hal koalisi. Menurut Hasto, akan sangat baik apabila semua partai ikut mendeklarasikan mendukung Jokowi 2019 layaknya yang dilakukan PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, Hanura, PSI dan Perindo.
Demokrat Penentu Poros Ketiga
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang