Elite Demokrat, PAN dan PKB sudah melakukan pertemuan. Hal itu sebagai membuka jalan komunikasi agar poros ketiga terealisasi. Wacana bentuk poros ketiga justru sinyal bahwa koalisi pendukung Jokowi menunjukan tidak solid, karena PKB dan PAN yang notabene ada di barisan pendukung pemerintah.

Menyikapi adanya wacana poros ketiga itu, justeru membuat Partai Gerindra tidaklah khawatir. Sebab, Partai Gerindra mengklaim memiliki basis yang kuat di daerah-daerah. Mereka semua juga sepakat untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai calon Presiden pada tahun 2019.

“Partai pendukung pemerintah seperti PKB dan PAN, punya hak tersendiri dalam menentukan pilihan politiknya. Partai Gerindra tidak punya hak untuk ikut campur. Kewenangan Partai Gerindra hanya menjalin komunikasi dengan semua partai, bak itu partai diluar koalisi pendukung pemerintah maupun partai koalisi yang mendukung pemerintah,” kata Anggota DPR-RI 2014-2019 dari Partai Gerindra Mohammad Nizar Zahro.

Apalagi pada tahun 2019, Pilpres dan Pileg digelar secara serentak. Kondisi seperti ini sangat berbeda dengan 2014 yang antara Pileg dan Pilpres digelar tidak serentak. Pasti partai yang mengusung kadernya sebagai capres memiliki peluang untuk mendulang suara yang banyak.

Disamping itu adanya peta politik poros ketiga kiranya sudah digambarkan dalam Pilgub DKI Jakarta. Setidaknya hal itu merepresentasikan tiga kekuatan politik Nasional. Dan publik pada akhirnya taHu, poros mana yang akhirnya terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Pengamat komunikasi politik Universitas Jayabaya Lely Arrianie menilai, pemilihan presiden 2019 akan diikuti paling sedikit dua pasangan calon. Hal itu menampik beredarnya isu bahwa Pilpres akan hanya diikuti satu pasangan calon salah satunya dengan dipasangkannya Jokowi dengan Prabowo Subianto.

Dia pun yakin tidak akan terjadi satu pasangan calon alias calon tunggal. Dengan paket dukungan partai politik yang besar di Pilpres akan sangat sulit bagi Jokowi dalam mengambil keputusan untuk menentukan pasangannya nanti. Sehingga, tentu akan menjadi polemik diinternal koalisi yang tentunya harus diselesaikan dengan sangat hati-hati.

“Apakah mungkin ceruk-ceruk suara dari partai lain itu tidak menjadi perbincangan peminat, tidak semudah itu untuk memutuskan siapa wakil presiden Jokowi, karena ada begitu banyak partai yang mengusungnya,” papar Lely dalam diskusi bertajuk ‘Pilpres 2019 Terganjal Calon Tunggal?’, di Kawasan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Minggu (11/3)..

Namun, berbeda kemudian, sambund Lely, ketika berbicara soal posisi Prabowo Subianto sekiranya bila hanya didukung minim partai politik (cukup PT) tapi keleluasaan dalam menentukan pendamping sangat luas dari terhindarnya polemik internal.

Tidak semudah apa yang dipikirkan memang, misal, Prabowo yang memutuskan jauh lebih besar dominan untuk memutuskan dialah wakil calon presidennya. Berbeda kondisinya, dalam posisi Jokowi. Segmentasinya pun juga berbeda, dan target suaranya akan berbeda dan itu yang memungkinkan bahwa dia menyatakan rasa-rasanya tidak minimal akan ada dua calon presiden, dan itu yang menjadi persoalan juga.

Siapa Calon Alternatif 2019

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang