Jakarta, Aktual.com – Warga Jakarta dan umat Islam khususnya akan terus mengawal kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kasus yang disebut-sebut sebagai akumulasi kekecewaan warga Jakarta terhadap berbagai permasalahan di Ibu Kota.
Meski di satu sisi, kepercayaan warga Jakarta terhadap aparat penegak hukum berkurang setelah berkaca pada berbagai kasus di Ibu Kota yang diduga melibatkan Ahok sebelumnya. Dari kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, pembelian lahan di Cengkareng, reklamasi, pelanggaran kewenangan eksekutif tanpa melibatkan legislatif dan sebagainya.
Demikian disampaikan Koordinator Jaringan Aksi Lawan Ahok (JALA), Sunarto, kepada Aktual.com, Senin (14/11).
“Ketidakpercayaan masyarakat kepada penegak hukum, dalam keyakinan kami kasus ini (penistaan agama) juga akan berputar-putar terus. Padahal gelombang kekuatan rakyat tidak bisa dikompromikan,” terangnya.
Menurut Sunarto, dalam kasus dugaan penghinaan agama oleh Ahok, masyarakat Jakarta dan umat Islam khususnya sudah tidak lagi memberikan kompromi. Apalagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah memberikan sikap dan pendapat keagamaan yang kedudukannya lebih tinggi dari fatwa, bahwa Ahok dianggap telah menistakan agama Islam dan ulama.
Namun semua itu dalam kenyataannya tidak cukup bagi kepolisian. Presiden Joko Widodo yang saat Aksi Bela Islam II tidak mau menemui perwakilan aksi sendiri kemudian diketahui semakin rajin melakukan safari politik ke ormas Islam, TNI dan Polri.
Pernyataan Presiden justru baru keluar paska aksi dengan mengatakan tidak akan melindungi Ahok. Dalam kenyataannya pula, kepolisian merespon pernyataan Jokowi dengan merencanakan gelar perkara secara terbuka Selasa (15/11) besok.
“Kasus Ahok ini kan sangat terang, kontradiktif luar biasa dengan nilai-nilai demokrasi. Negara ini kan negara demekrasi, pemimpin itu harus punya hikmat, punya kebijaksanaan. Bukan atas nama pembangunan kemudian merusak toleransi beragama, merusak tatanan demokrasi,” urai Sunarto.
Bagi publik Jakarta, lanjut dia, invasi kebijakan yang selalu menindas rakyat adalah pelanggaran HAM berat. Ia menduga adanya kekuatan modal besar dibelakang Ahok dan pihak penguasa saat ini. Sikap Presiden terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok juga terlambat.
“Komunikasi lambat yang dilakukan Presiden ini membuat banyak tafsir, membuat banyak interprestasi. Ada tendensi apa sebenarnya Presiden dalam hal ini, siapa sebenar Ahok dan apa kaitannya dengan Jokowi,” pungkas Sunarto.
Soemitro
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan
















