Jakarta, Aktual.com – Pemerintah mengkhawatirkan risiko politis untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam menghadapi kemelut hilirisasi dan ekspor hasil galian mentah pertambangan yang berbenturan dengan UU Minerba No. 4 Tahun 2009.
Direktur Jendral Mineral dan Batubara (Minerba), Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa kepastian hukum harus dikeluarkan sebelum 12 Januari 2017 mengingat kebutuhan industri terutama PT Freeport untuk menyalurkan produksinya.
Izin ekspor bagi Freeport sendiri diketahui berakhir pada 11 Januari 2017, sementara pembangunan smelter dalam rangka hilirisasi yang diamanahkan UU Minerba, belum kunjung diselesaikan atau dibangun oleh perusahaan asal Amerika Serikat itu.
“Kalau dikeluarkan Perppu itu terlalu politis. Sebelum 12 Januari 2017, pemerintah harus menerbitkan suatu komitmen untuk ketentuan yang bisa memberikan gambaran seperti apa kebijakan,” ujar Bambang di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta Pusat, Rabu (9/11).
Kemudian jika menunggu solusi melalui revisi UU Minerba, disadari oleh Bambang bahwa kemungkinan itu masih terlampau jauh untuk segera terpenuhi. Hingga kini kata Bambang penyelesaian revisi UU tersebut belum ada titik terang waktu penyelesaiannya.
Kemudian jika inisiatif itu diambil alih oleh pemerintah atau eksekutif, dia mensinyalir lembaga legislatif akan merasa tersinggung.
“Dari obrolan saya dengan teman-teman DPR, jika inisiatif revisi diambil alih, ini menyangkut marwah lembaga DPR, kalau itu kita menunggu saja, kalau DPR serahkan ke kita, baru kita masuk,” tandasnya.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka