Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, memberikan bantahan dihadapan wartawan, di Gedung Nusantara III, Kompleksp Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/2), terkait perkataan Nazaruddin dalam persidangan kasus E-KTP. Selain menyampaikan bantahan secara tertulis yang berjudul "Grand Korupsi M.Nazaruddin", Fahri yang mengaku tidak pernah ada bisnis di DPR selama hampir 14 tahun menjadi anggota dan Pimpinan DPR, akan terus melawan persekongkolan Nazar dan KPK. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai langkah pemerintah tidak tepat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Cuti atau Mengundurkan Diri Penyelenggara Negara menjelang pelaksanaan Pemilu 2019.

“Hal ini menandakan Jokowi ini bukan negarawan tapi politisi, kenapa dia bikin aturan tersebut padahal dia mau bertanding dalam kontestasi Pilpres 2019,” kata Fahri di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (25/7).

Dia mengatakan Jokowi merupakan peserta Pilpres 2019 sehingga tidak etis membuat aturan yang diduga memudahkannya untuk bertanding dalam kontestasi tersebut.

Menurut Fahri, dirinya tidak akan mempermasalahkan PP tersebut kalau dibuat untuk Pilpres 2024 karena Jokowi tidak akan maju kembali dalam kontestasi itu.

“Ini bukan tindakan negarawan, tetapi politisi murni yang ingin menjegal lawannya. Ini wasit yang turun menjadi pemain sebab salah seorang dalam pertarungan pilpres adalah dirinya sendiri,” ujarnya.

Menurut dia, aturan tersebut tidak etis dan masyarakat akan menuduh macam-macam. Misalnya ini langkah Jokowi untuk menjegal seorang maju dalam Pilpres 2019.

Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 tahun 2018 tentang Tatacara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, DPD dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Cuti dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta Cuti dalam Kampanye Pemilu.

Dalam PP tersebut diatur Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara (BUMN) dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara harus mengundurkan diri apabila mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau anggota DPRD.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan