Jaksa Agung RI, HM. Prasetyo saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/9/2015). Rapat tersebut membahas RKAKL 2016.

Jakarta, Aktual.com — Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Chuck Suryosumpeno menggugat Jaksa Agung Muhammad Prasetyo melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terkait penerbitan surat keputusan pemberhentian dirinya dari jabatan struktural.

“Gugatannya sudah terdaftar di PTUN Jakarta setelah kami mengajukannya pada Selasa (8/12),” kata kuasa hukum Kajati Maluku, Sandra Nangoy, Jumat (11/12).

Pengajuan gugatan ini disebabkan kilennya merasa dikriminalisasi oleh Kejaksaan Agung yang menerbitkan surat keputusan pembebasan dari tugas struktural tanpa alasan yang mendasar.

Menurut dia, SK pencopotan Chuck Suryosumpeno dari jabatan strukturalnya sebagai Kajati ditandatangani Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tertanggal 18 November 2015, dan dikirim melalui kantor Pos dan Giro lalu dialamatkan ke Kantor Kejati Maluku.

“SK pencopotan dari Kejagung terhadap Kajati Maluku dan dikirim lewat kantor Pos, sehingga ada kesalahan prosedur dalam hal pemberitahuan tentang SK seperti itu,” ujar dia.

Padahal sesuai aturannya harus disampaikan kepada yang bersangkutan. Menurut Sandra, kalau aturannya SK tentang tindakan disiplin harus disampaikan kepada Kajati Maluku secara langsung.

“Gugatan sudah didaftarkan ke PTUN Jakarta karena SK itu dikeluarkan secara sewenang-wenang, dan tidak ada kesempatan melakukan pembelaan diri terhadap berbagai point yang dituduhkan,” kata dia.

Kemudian tidak ada kesempatan dari Kejagung kepada Chuck Suryosumpeno untuk mengajukan bukti-bukti. Dia menyebutkan, ada kesalahan yang sangat fatal dalam SK itu.

Dalam surat disebutkan kalau Chuck tidak melakukan koordinasi tanpa izin saat menjalankan tugasnya, dan fakta sebenarnya izin itu ada dari mantan Jaksa Agung sebelumnya, Basrief Arief.

“Jadi sebenarnya tidak sesuai fakta lalu bagaimana bisa bertindak sewenang-wenang mengeluarkan SK seperti itu. Alasan penerbitan SK jabatan, terkait kasus ketika Chuck menjadi ketua Satgas Pemulihan dan Pemberesan Aset Kejagung, lalu ada tindakannya yang dianggap Kejagung dalam SK tersebut tanpa izin pimpinan dan koordinasi dengan tim jaksa lain.

Padahal langkah itu sudah dilakukan dan ada izin resmi Jaksa Agung saat itu lewat nota dinas persetujuan untuk melakukan perdamaian dalam gugatan perdata atas sebuah kasus, tetapi dikatakan tidak ada sehingga SK ini tidak ada koordinasi sesuai faktanya.

“Nota dinas sudah di-acc oleh Jaksa Agung Basrief Arief, lalu bagaimana bisa disebutkan tidak ada izin pimpinan, jadi ini ada miskoordiasi atau apa di Kejaksaan sehingga bisa keluar SK seperti itu secara sewenang-wenang,” kata Sandra.

“Jaksa itu fungsinya menegakkan hukum, lalu bila internalnya sendiri melanggar hukum, bagaimana mungkin hal itu bisa dilakukan?”

Dia mengatakan, SK pembebasan dari tugas struktural keluar tanggal 18 November 2015 yang ditandatangani Jaksa Agung, dan sudah diterima Chuck lewat lewat paket pos. “Ini bukan politisasi, tetapi kriminalisasi dengan alasan melakukan tindakan tanpa izin pimpinan, padahal jelas-jelas ada tanda tangan mantan Jaksa Agung Basrief,” kata Sandra.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu