Jakarta, Aktual.co —Beberapa waktu lalu, Presiden Obama meminta lembaga Environmental Protection Agency di AS untuk menyelidiki dampak jenis pestisida yang mengandung neonicotinoids (neonics).
Hal ini dipicu oleh head line di banyak media bahwa sejumlah riset menemukan bahwa kandungan neonics dalam sejumlah pestisida adalah penyebab utama berkurangnya jumlah populasi lebah dan binatang tertentu sebagai aktor penting penyerbukan tanaman (bunga) alamiah. Kematian tersebut dianggap sebagai ancamam sangat serius buat masa depan sistem agrikultur, pangan dan lingkungan hidup dunia.
Anehnya, beberapa head line di beberapa media memberitakan sebaliknya. Jumlah lebah justru meningkat pesat. “…the total number of beehives today is higher than it was in 1995 when neonics as they are often called had just come on the market,” seperti dilansir huffingtonpost.com (25/3).
Sekadar catatan, Neonicotinoids adalah sebuah jenis pestisida yang diluncurkan pada 1990 lalu. Pestisida jenis ini dianggap paling aman digunakan karena tidak terlalu berbahaya bagi serangga atau binatang dan manusia. Sampai saat ini, banyak petani sampai rumah tangga menggunakannya. Jenis ini juga yang sampai saat ini dipakai oleh sebagian besar industri perkebunan (termasuk kedelai) besar di dunia.
Namun, pada July 2013, penggunaan Neonicotinoids mulai dibatasi penggunaanya di AS lewat kebijakan baru dari House of Representatives yakni “Save American Pollinators Act”. Uni Eropa sebelumnya juga sudah melakukan pembatasan yang sama.
Saat ini, Uni Eropa sudah melarang penuh penggunaan neonics setelah kampanye besar-besar akitivis penyelamat lingkungan. Ini membuat panik beberapa perkebunan besar tanaman Canola (rapeseed) di Uni Eropa, Canada, China dan India.
Kemudian banyak petani bertanya, kalau neonics tidak diperbolehkan lagi lalu pakai apa?
Ternyata, Monsanto menjawabnya dengan temuan genetik barunya yakni tanaman dengan merek dagang Roundup Ready. Perusahaan multinasional asal AS ini mengklaim seluruh tanaman dengan merek Roundup Ready (termasuk Canola) tahan dengan efek herbisida. Saat ini, Monsanto sudah mengembangkan tanaman Roundup Ready dengan memodifikasi gen yang sudah dipatenkan. Terutama di tanaman kedelai, jagung, canola, katun dan sorgum.
Lalu apa hubungan Monsanto dengan “Save American Pollinators Act”, dilarangnya penggunaan neonics di Uni Eropa, tanaman Canola dan head line media soal tingkat kematian lebah dan binatang penyerbuk alamiah?
Jawabannya sederhana, produksi canola global untuk digunakan sebagai bahan utama biodiesel meningkat sangat cepat sejak 2002 lalu hingga kini. Terutama di Uni Eropa dan Canada. Maklum, menurut data yang dimiliki aktual, setelah kelapa sawit, canola adalah tanaman yang paling besar digunakan untuk memproduksi biodiesel.
Di sini kepentingan bisnis besar Monsanto (baca AS) untuk menguasai pasar biodiesel global. Ada gerakan besar AS di “perang biodiesel” dengan China dan India juga sebagai penghasil dan pengguna Canola terbesar saat ini.
Bayangkan kalau semua tanaman yang dijadikan bahan dasar biodiesel adalah tamanan genetik Roundup Ready yang ‘harus dibeli’ dari Monsanto?
Artikel ini ditulis oleh:

















