Jakarta, Aktual.com – Koalisi Untuk Kendeng Lestari (KUKL), memastikan kematian Patmi tidak akan menyurutkan perjuangan petani Kendeng.
Kepergian Patmi justru akan memperkuat solidaritas di antara sesama petani Kendeng dalam menghadapi invasi pabrik semen di Pegunungan Kendeng.
“Yang terjadi hari ini tak akan menyurutkan semangat masyarakat Kendeng, malah memperkuat solidaritas untuk perjuangan ini,” kata salah seorang juru bicara KUKL yang juga Direktur Eksekutif Yayasan Desantara, Mokhamad Sobirin, dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Selasa (21/3).
Petani Kendeng, lanjut Sobirin, sangat meyakini tindakan mereka merupakan sebuah upaya untuk keberlanjutan kehidupan mereka karena berkaitan dengan mata pencaharian mereka sebagai petani. Tindakan ini juga sekaligus melestarikan Pegunungan Kendeng sebagai sumber pengairan bagi pertanian.
“Ini bukan konflik lahan tetapi upaya penyelamatan lingkungan,” kata Sobirin.
Hal ini pun diamini oleh aktivis Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Eko Arifianto. Pria yang disapa Koko ini mengingatkan bahwa setiap insan manusia pada akhirnya akan meninggal.
Namun demikian, setiap manusia juga memiliki pilihan mati dalam keadaan membela alam atau malah melukai alam. Patmi, lanjutnya, merupakan salah satu yang memilih meninggal dalam keadaan membela ibu pertiwi.
“Kita semua pasti akan mati, cuma kita yang memilih jalan kematian mana yang kita mau. Mati dalam perjuangan mencintai ibu pertiwi atau melukai ibu pertiwi,” kata Eko.
Oleh karena itu, Eko berharap kematian Patmi menjadi momentum muncul dan tumbuhnya bunga-bunga perlawanan dari masyarakat terhadap kesewenangan pemerintah yang tak mengindahkan rakyat dalam perencanaan pembangunan.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alghiffari Aqsa, memastikan bahwa seluruh pihak yang terlihat dalam solidaritas untuk masyarakat Kendeng memutuskan untuk melanjutkan aksi-aksi penolakan pendirian dan pengoperasian pabrik semen PT Semen Indonesia di kawasan Pegunungan Kendeng.
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid