Jakarta, Aktual.com – Pemerintah melalui Kementerian Agama akan melobi pihak Arab Saudi agar jamaah asal Indonesia yang berangkat umrah tak harus menjalani karantina 14 hari di negara ketiga seperti ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas Saudi.
“Kami berharap jamaah Indonesia tidak harus dipersyaratkan seperti itu (karantina 14 hari). Kami dalam waktu dekat juga akan berkoordinasi dengan Dubes Saudi di Jakarta untuk menyampaikan hal dimaksud,” ujar Plt. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Khoirizi dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Senin (26/7).
Sebelumnya, Arab Saudi mengumumkan bahwa umrah akan dibuka kembali untuk jamaah dari luar negeri, mulai 10 Agustus 2021.
Menurut laporan Gulf News yang mengutip kantor berita nasional, SPA, kebijakan itu merupakan tindak lanjut dari lancarnya penyelesaian musim haji tahun 2021 ini.
Dalam surat edaran yang diterima, Khoirizi mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi antara lain, mengenai vaksin COVID-19 dan keharusan karantina 14 hari di negara ketiga sebelum tiba di Saudi bagi sembilan negara.
Sembilan negara yang wajib menjalani karantina 14 hari itu meliputi India, Pakistan, Indonesia, Mesir, Turki, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, dan Lebanon. Persyaratan ini juga ditegaskan lewat cuitan Twitter Haramain Sharifain.
“Perwakilan pemerintah di Saudi, yaitu KJRI di Jeddah, telah menerima edaran tersebut pada 15 Zulhijjah 1442 H atau 25 Juli 2021. Kami masih pelajari,” kata dia.
Syarat lainnya yang ditetapkan Arab Saudi yakni soal vaksin. Saudi telah merekomendasikan vaksin yang diperbolehkan seperti Pfizer, Moderna, AstraZeneca atau Johnson & Johnson.
Sementara bagi mereka yang telah menerima vaksin lengkap selain vaksin rekomendasi, maka harus dilakukan penambahan satu Booster (penguat) di antara pilihan yang telah ditetapkan.
Menurut Khoirizi, pihaknya akan membahas persyaratan tersebut dengan Kementerian Kesehatan, Satgas Pencegahan COVID-19, dan BNPB.
“Kita akan lakukan langkah koordinasi dengan Kemenkes dan pihak terkait lainnya untuk membahas persyaratan tersebut, agar kebutuhan jamaah umrah Indonesia bisa terlayani,” kata dia.
Menurutnya, selama ini penyelenggaraan ibadah umrah dilakukan oleh pihak swasta (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah/PPIU), bersifat Bussines to Bussines (B to B), bukan Government to Government (G to G).
Kendati demikian, pemerintah akan berkoordinasi dengan PPIU termasuk lobi dengan otoritas Arab Saudi demi kepentingan jamaah.
“Kita akan bahas bersama hal ini dengan asosiasi PPIU terkait persyaratan yang ditetapkan Saudi. Untuk kepentingan jemaah, kami juga tetap akan mencoba melakukan lobi,” kata dia. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin