Jakarta, Aktual.com — Kementerian Agama (Kemenag) berkomitmen untuk terus melanjutkan pembinaan terhadap para mahasiswa yang mengikuti Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) dalam upaya menciptakan generasi yang Islami, sekaligus mumpuni dalam sains (ilmu pengetahuan) dan teknologi.
Informasi dari Kemenag di Jakarta, Selasa (8/12) menyebutkan, bahwa pembinaan terhadap para Mahasiswa peserta PBSB menjelang akhir 2015 itu dilaksanakan di Yogyakarta mulai tanggal 7 hingga 9 Desember.
Kegiatan pembinaan diikuti 360 Mahasiswa utusan dari sekitar 3.000 Mahasiswa penerima PBSB. Mereka berasal dari 11 kampus papan atas seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (UNAIR), dan beberapa Universitas Islam Negeri (UIN).
PBSB itu sendiri menjadi salah satu program beasiswa S1 di Kementerian Agama yang dimulai sejak 2006. Penerima program beasiswa tersebut adalah lulusan Aliyah atau sederajat yang belajar dan mondok (tinggal) di Pondok Pesantren.
Disebutkan pula, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin pada acara pembinaan mahasiswa PBSB di Yogyakarta pada 7 Desember 2015 mengemukakan, Indonesia akan menjadi pusat peradaban Dunia Islam karena memiliki pesantren yang melahirkan santri-santri moderat.
Dibandingkan negara-negara lain, Indonesia paling banyak memiliki lembaga pendidikan Islam berupa Pondok-pondok Pesantren yang tersebar di berbagai daerah, bahkan Indonesia memiliki lebih dari 600 lembaga Perguruan Tinggi Islam.
Dibandingkan dengan negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam lainnya seperti Saudi Arabia, Mesir, Iran bahkan India, menurut Kamaruddin hanya Indonesia yang memiliki potensi untuk menjadi pusat peradaban Islam dunia.
“Indonesia akan menghasilkan banyak ilmuwan yang soleh, karena mereka lahir dari pesantren atau perguruan tinggi Islam yang mengintegrasikan antara sains dan agama,” katanya.
Pada kesempatan yang sama Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Muhibin mengemukakan, para mahasiswa PBSB di kampusnya terus dibina dengan serius agar siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan segera datang dalam hitungan hari.
Menurut Prof Muhibin, salah satu persiapan menghadapi era MEA adalah dengan mewajibkan para mahasiswa memperoleh TOEFL minimal 400. Oleh karena itu pula pihaknya setiap semester mengirimkan mahasiswa untuk fokus belajar Bahasa Inggris di “Kampung Inggris” di Pare, Kediri, Jawa Timur.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Alim Ruswantoro mengatakan, perguruan tinggi Islam perlu terus membenahi diri dengan mengembangkan sistem penjaminan mutu dan kurikulum.
Menurut Alim, sistem penjaminan mutu dan kurikulum itu harus tetap berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dalam upaya mengimbangi liberalisasi SDM pada era MEA.
Artikel ini ditulis oleh: