Jakarta, Aktual.com —  Pemerintah menerapkan tiga strategi untuk meningkatkan daya saing dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, baik sektor formal maupun informal.

Pertama adalah peningkatan kualitas SDM angkatan kerja melalui pengembangan kompetensi (skill, knowledge, attitude) pada balai-balai latihan kerja (BLK) yang tersedia untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing tinggi, serta percepatan sertifikasi, kompetensi.

Kedua pemberdayaan penganggur dan setengah penganggur melalui pelatihan dan penerapan program perluasan kesempatan kerja sektor informal, seperti padat karya, terapan teknologi tepat guna, tenaga kerja mandiri serta pendampingan usaha.

Ketiga pengembangan program kewirausahaan, khususnya yang ditujukan kepada kaum muda melalui pemanfaatan potensi sumber daya lokal yang tersedia serta didukung pula oleh fasilitasi pelatihan, permodalan, promosi serta pengembangan manajemen usaha melalui inkubasi bisnis.

“Ketiga strategi itu akan mampu menjawab tantangan pemerintah, yakni menurunkan angka pengangguran dengan menempatkan dua juta penganggur pada tahun 2015,” kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang diwakili Dirjen Binapenta Heri Sudarmanto saat memberikan sambutan dalam Job Fair 2015 di Gresik, Jawa Timur, Rabu (4/11).

Menurut Hanif, selain menekan angka pengangguran, pemerintah 3 strategi itu juga dilakukan untuk mengatasi empat tantangan di sektor ketenagakerjaan.

“Tantangan pertama, yang kita hadapi yaitu masalah kualifikasi dan kompetensi angkatan kerja kita, hal ini berdampak pada kemampuan daya saing dalam memperoleh kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar negeri,” kata Hanif.

Tantangan kedua, berdasarkan data BPS pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2015 sebesar 4,67%, sedangkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 diharapkan mencapai 5,1% yang berimplikasi terhadap penciptaan lowongan kerja.

Tantangan ketiga, yakni dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun nanti, yang berarti akan terjadi perpindahan manusia untuk bekerja dari suatu negara ke negara lain akan terbuka lebar.

“Ini merupakan tantangan apabila kita tidak siap, tetapi akan menjadi kesempatan emas bagi tenaga kerja kita yang kompeten untuk berkompetisi dengan tenaga kerja dari negara lain,” kata Hanif.

Sedangkan tantangan keempat adalah bonus demografi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2020-2030, di mana jumlah penduduk Indonesia akan didominasi oleh penduduk usia produktif. Sedangkan jumlah penduduk pada usia dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun hanya sekitar 30%.

Menurut Hanif, bonus demografi ini akan menjadi dua sisi mata pisau yang sangat tajam. Apabila kita bisa memanfaatkannya, maka akan menjadi salah satu jendela kesempatan (windows of opportunities)  penggerak kemajuan ekonomi Indonesia, tetapi jika kita tidak dapat memanfaatkannya, akan menjadi bumerang terhadap ekonomi Indonesia kedepan.

“Oleh karena itu, melimpahnya angkatan kerja yang muda, produktif, kreatif dengan sikap (attitude) kerja investable adalah modal dasar untuk memetik anugerah bonus demografi demi kemakmuran bangsa kita ke depan,” pungkasnya.

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka