Jakarta, Aktual.com – Kemenangan Mahathir Mohammad dalam Pemilu Malaysia dianggap dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia yang akan menghelat Pemilu pada tahun depan. Hal ini diungkapkan oleh anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salam dalam sebuah diskusi yang digelar DKPP di Jakarta, Rabu (16/5).
Alfitra mengatakan, gerakan pemilih muda yang cukup kuat dalam Pemilu Malaysia menjadi catatan tersendiri yang menandai tumbangnya era Tun Najib Razak.
“Partisipasi masyarakat 85 persen dibandingkan kita 74 persen. Itu gerakan anak-anak muda yang butuh perubahan, kunci utama itu merebut generasi muda,” ujarnya.
Menurut Alfitra, ada satu titik temu antara hasrat perubahan yang kuat dari generasi muda, dengan elektabilitas Mahathir dalam Pemilu negara Jiran itu.
Hasrat perubahan generasi muda, dimanfaatkan tim Mahathir untuk mendulang suara. Sementara dalam kampanyenya, Mahathir menjanjikan kebijakan yang memang diperuntukkan untuk gaet pemilih muda.
Dengan demikian, jelas Alfitra, strategi menggaet pemilih muda juga pemula menjadi pelajaran penting untuk diperhatikan dalam Pemilu 2019 mendatang.
“Karena ini terkait kehidupannya. Saya kira dampak ekonomi langsung ke generasi muda, itu kenapa Mahathir menang,” kata Alfitra.
Pelajaran selanjutnya adalah minimnya politik identitas dalam Pemilu Malaysia, jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya. Padahal, Malaysia negara yang cukup majemuk yang cukup terkenal rasial, dengan beberapa etnis seperti Melayu, Cina dan India.
Kata Alfitra, isu SARA masih berhembus kencang dalam Pemilu 2009 dan 2013 silam. Beberapa isu yang menonjol antara lain adalah tentang melayunisasi dan etnis china.
“Sekarang hampir-hampir habis. Menurut saya patut dicontoh di Indonesia, politik SARA di pemilu sekarang hampir nihil, meskipun hoax-hoax di sana-sini masih muncul,” papar dia.
Selain itu, menurut Alfitra, generasi muda disana tidak termakan dengan berbagai kabar hoax tersebut. Sebab, Mahathir mampu memberikan sentuhan-sentuhan berhubungan dengan generasi millenial.
“Kalau di sini, hoax politik, macem macem, tidak menyentuh anak muda,”
Namun demikian, kata Alfitra, apabila berbicara kedewasaan politik, Malaysia sebanarnya baru saja move on, terutama soal isu SARA tersebut.
“Kalau dari segi SARA, Malaysia itu sebenarnya terlambat, baru sekarang dia berhenti. Dahulu selama hampir 60 tahun isu sara menonjol,” ujar dia menambahkan.
Ia menambahkan, justru isu yang kencang adalah isu terkait ekonomi dan korupsi yang kemudian digunakan Mahathir untuk memenangkan pemilu. Namun demikian, Mahathir menyebut, sistem pemilu di Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan Malaysia yang menggunakan sistem distrik.
“KPU mereka juga seperti zaman Orba, menjadi instrumen pemerintah, disana tidak ada Bawaslu atau DKPP seperti di kita,” kata Alfitra. Ko
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan