Jakarta, aktual.com – Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali memperjuangkan pentingnya sistem penyelesaian sengketa segera dipulihkan fungsinya secara penuh dalam Konferensi Tingkat Menteri ke-13 (KTM13) World Trade Organization (WTO) yang diselenggarakan pada 26-29 Februari 2024 di Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab (PEA).
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, tujuan dari pertemuan ini adalah memastikan sistem perdagangan multilateral yang adil dan menjamin kepastian hukum. Indonesia yang merupakan pengguna aktif sistem penyelesaian sengketa. sangat menyesalkan kondisi lumpuhnya Badan Banding WTO yang menguji kasus-kasus sengketa di tahap banding.
“Untuk itu, Indonesia akan mendorong WTO untuk melakukan pemulihan secara penuh sistem penyelesaian sengketa sesuai mandat KTM sebelumnya, yaitu dilaksanakan pada 2024,” ujar Djatmiko melalui keterangan di Jakarta, Selasa (27/2).
Agenda prioritas tersebut merupakan hasil koordinasi intensif dan masukan dari kementerian dan lembaga terkait. Sejumlah agenda prioritas diantaranya terkait reformasi sistem penyelesaian sengketa, masa depan moratorium bea masuk atas transmisi elektronik (CDET), perundingan pertanian, dan subsidi perikanan.
Selain KTM13 WTO, Djatmiko akan menghadiri beberapa pertemuan lain, termasuk pertemuan tingkat menteri isu pertanian G33, konferensi parlemen WTO, pertemuan bilateral, dan kegiatan pendukung lainnya.
Selain Indonesia, pertemuan dihadiri 163 negara anggota WTO dan dua anggota baru, yakni Timor Leste dan Komoros.
Indonesia, lanjutnya, juga mendorong WTO untuk melanjutkan pembahasan mengenai program kerja niaga elektronik (e-commerce) yang diluncurkan sejak 1998 agar mendapat kejelasan definisi dan ruang lingkup CDET.
“Indonesia melihat pentingnya WTO untuk fokus terlebih dahulu melanjutkan pembahasan program kerja e-commerce untuk memperjelas ruang lingkup CDET dan bagaimana mengatasi kesenjangan tingkat kemajuan digital negara-negara anggota WTO, khususnya negara berkembang,” kata Djatmiko.
Djatmiko menyampaikan, terkait isu pertanian, Indonesia bersama negara anggota G33, kelompok negara Afrika, Karibia, dan Pasifik, kelompok negara Afrika, serta negara-negara kurang berkembang mendorong adanya kesepakatan mengenai Pemilikan Saham Publik (PSH) untuk ketahanan pangan.
Mengenai isu subsidi perikanan, Indonesia akan memperjuangkan di fase perundingan tahap ke-2 ini agar tercipta hasil kesepakatan yang seimbang dan efektif, khususnya, terkait permasalahan yang belum terselesaikan over fishing over capacity (OFOC) dan perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment/SDT) di pilar OFOC.
“Selain itu, perhatian khusus terhadap SDT yang cukup dan tepat bagi negara berkembang sesuai mandat yang diberikan, khususnya dalam rangka melindungi kepentingan nelayan kecil dan perajin yang menggantungkan hidup pada sektor perikanan,” kata Djatmiko.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain