Ilustrasi- Gedung Kemendag

Jakarta, Aktual.com – Staf Khusus Menteri Perdagangan (Mendag) Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap menghadapi konsekuensi dari keputusan pemerintah yang melarang ekspor bauksit.

“Kami siap dengan konsekuensi dari kebijakan yang sudah diputuskan, diambil oleh Presiden (Joko Widodo/Jokowi) dan pemerintah untuk melarang ekspor bauksit dalam rangka memperkuat proses industrialisasi Indonesia,” ujar Bara dalam diskusi media di Lampung, Rabu (1/3).

Bara menjelaskan, konsekuensi yang dimaksud adalah kemungkinan gugatan yang akan dilakukan oleh China ke World Trade Organization (WTO) karena China merupakan pasar terbesar bagi ekspor bauksit Indonesia.

Pada 2022, Indonesia kalah atas gugatan Uni Eropa (UE) terkait dengan larangan mengekspor nikel mentah. Meski demikian, Indonesia akan mengajukan banding atas putusan tersebut.

Menurut Bara, apabila China mengajukan gugatan ke WTO maka ini akan menjadi kasus ketiga yang diproses hukum di WTO setelah nikel dan minyak sawit/crude palm oil (CPO).

“Kalau konsekuensinya itu juga (digugat), kami akan dituntut oleh China, tentu Kementerian Perdagangan siap untuk membantu pemerintah menghadapi gugatan,” kata Bara.

Pemerintah serius dalam hilirisasi sejumlah komoditas. Setelah nikel, proses pengolahan bahan mentah tambang akan dilanjutkan ke komoditas lain seperti bauksit, tembaga, timah, dan emas.

Indonesia menerapkan larangan ekspor bijih nikel sejak Januari 2020 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Sejak 2 tahun diberlakukan larangan ekspor nikel, menurut Presiden Jokowi, Indonesia memetik cukup banyak manfaat. Hal itu menjadi salah satu dorongan agar pemerintah menerapkan kebijakan serupa untuk komoditas tambang lain.

Bauksit yang diolah dan dimurnikan dapat menjadi alumina yang bernilai delapan kali lipat. Alumina yang ditingkatkan menjadi aluminium akan bernilai hingga 30 kali lipat dibandingkan dengan saat masih berupa bijih bauksit.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra