Jakarta, Aktual.com – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri melaksanakan verifikasi pada 165 skema sertifikasi nasional yang telah disusun melalui Program Pengembangan Penilaian Mutu Pendidikan Tinggi Berstandar Industri.

Penyusunan skema sertifikasi meliputi lima bidang prioritas, yakni permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, dan care service, dan dilaksanakan dengan melibatkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

“Penyusunan skema sertifikasi nasional level 5 dan 6 ini disusun bersama dengan melibatkan perguruan tinggi vokasi (PTV) pada program studi sejenis, multi industri, dan asosiasi profesi,” ujar Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri Kemendikbud Ahmad Saufi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (5/12).

Dengan kata lain, sebanyak 10 PTV pengampu program hanya berperan sebagai koordinator pelaksanaan program yang memfasilitasi penyusunan skema beserta perangkat ujinya.

“Kami sangat mengapresiasi kerja sama 10 PTV yang pada pelaksanaan program ini mampu melampaui target yang diharapkan. Capaian 165 skema sertifikasi kompetensi nasional sungguh luar biasa. Selanjutnya skema-skema ini akan diverifikasi oleh BNSP agar dapat menjadi standar nasional dalam proses sertifikasi bagi lulusan vokasi,” kata Saufi.

Penyusunan skema sertifikasi secara kolektif itu sendiri baru pertama kali dilakukan, khususnya untuk level 5 dan 6 (setara Diploma). Dengan proses penyusunan yang dilakukan secara kolektif ini, Saufi berharap akan mengurangi kendala LSP P1 PTV dalam proses pengembangan skema yang kerap memakan waktu yang lama.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Wikan Sakarinto menyebutkan bahwa sertifikasi kompetensi bagi lulusan vokasi menjadi salah satu dari sembilan paket “nikah massal” yang dilakukan pendidikan vokasi dengan industri. Sertifikat kompetensi akan menjadi pendamping ijazah yang juga sekaligus sebagai bukti bahwa industi mengakui kompetensi lulusan pendidikan vokasi.

“Lulusan vokasi dituntut untuk fokus pada output dan dampak. Mereka tidak hanya menguasai hard skill, tetapi juga soft skill yang justru saat ini sangat diperhatikan oleh industri. Tantangan kita saat ini, belum semua industri percaya dengan kompetensi lulusan vokasi,” ujar Dirjen Wikan.

Belum terciptanya kepercayaan serta kemitraan inilah yang kemudian membuat industri melakukan pelatihan ulang kepada calon karyawan dari pendidikan vokasi. Mantan Dekan Sekolah Vokasi UGM itu menilai, pelatihan tersebut menghabiskan banyak tenaga dan biaya. Maka dari itu, dengan dilibatkannya industri pada proses pembelajaran diharapkan semua kebutuhan kompetensi dapat terpenuhi selama menempuh studi, seperti melalui kurikulum, magang, dosen tamu, dan aktivitas lainnya.

“Kolaborasi harus diperkuat. Gap kebutuhan kompetensi harus segera diatasi dengan adanya standar yang disepakati bersama,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua BNSP, Kunjung Masehat mengungkapkan, pola pengembangan skema yang dilakukan di 10 PTV dapat menjadi benchmark bagi pelaksanaan penyusunan skema di bidang lainnya.

“Sertifikasi merupakan proses pengakuan kompetensi untuk nantinya digunakan dalam pekerjaan. Langkah ini menjadi salah satu penentu mewujudkan SDM unggul dan kompetitif sebagaimana arahan Presiden,” kata Kunjung. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin