“Saya sudah sering berkomunikasi dengan para operator (Grab dan Go-Jek) dan mereka menjanjikan pembinaan kepada mitra pengemudinya. Tapi buktinya ada kejadian lagi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Budi menduga kasus pelecehan kembali terjadi akibat pembinaan yang seharusnya dilakukan oleh operator transportasi daring asal Malaysia tersebut tak menyentuh akar permasalahannya.
“Yaitu sistem rekrutmen yang terlalu longgar. Bahkan
proses perekrutan pengemudinya mungkin seperti beli ‘kucing dalam karung’,” kata dia.
Harus serius Sementara itu, pengamat transportasi dari Information Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, sepakat kasus pelecehan seksual yang terjadi perlu ditangani secara serius. Hal ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan penyedia jasa angkutan daring dalam menjamin kenyamanan dan keselamatan penggunanya.
“Keselamatan penumpang harus menjadi perhatian utama. Ketika tidak bisa menjamin hal tersebut, publik tentu akan mempertanyakan kemampuan perusahaan penyedia layanannya tersebut,” ujar Heru.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid