Jakarta, Aktual.com — Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan Donald Pardede mengatakan hingga November 2015, potensi kerugian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akibat kecurangan (fraud) mencapai lebih dari Rp400 miliar.

“Tetapi itu masih potensi, berapa yang betul-betul kecurangan, mesti diinvestigasi dulu. Kenapa tidak kita dalami supaya jelas, karena ini konteksnya masih pembinaan,” katanya di sela-sela Pertemuan Evaluasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat (KIS) Tingkat Nasional di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (20/11).

Menurut dia, angka potensi kerugian itu merupakan data yang pernah disampaikan BPJS Kesehatan yang masih perlu didalami lebih lanjut.

Ia menjelaskan, sistem JKN masih menyimpan berbagai persoalan yang memerlukan perbaikan karena menyangkut persoalan pemahaman dan pengertian terhadap aturan dan prosedur, serta instrumennya.

Oleh karena itu, katanya, pendekatan yang dilakukan masih dalam konteks pembinaan.

“Kalau sudah dilakukan pembinaan, kemudian semua otoritas sudah baik, barulah ada penindakan. Jadi, sekarang ini kita terus sosialisasi agar para penyelenggara JKN tidak melakukan kecurangan,” katanya.

Donald mengatakan, dengan perubahan dan perbaikan sistem JKN yang begitu cepat, memerlukan penyesuaian dan pemahaman terhadap aturan maupun prosedur.

Kondisi abnormalitas tersebut, katanya, mesti ditindaklanjuti untuk pembinaan.

“Kalau ditanya pembinaan sampai kapan, ini memang sulit dijawab karena akan lebih bagus dan lebih ‘fair’ apabila penindakan dilakukan setelah semua sistem JKN sudah berjalan dengan baik,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Inspektur Investigasi Kementerian Kesehatan Wayan Rai Suarthana mengatakan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan dimaksudkan untuk melindungi para penyelenggara JKN dari penyimpangan.

“Jadi bukan untuk menakut-nakuti atau membuat khawatir. Sosialisasi Permenkes ini terus kita lakukan agar semua pihak yang terlibat dalam memahami aturan ini, membuat kecurangan tidak lagi terjadi,” katanya.

Dia mengatakan, semua pihak yang terlibat dalam pelayanan JKN punya risiko melakukan kecurangan (fraud), termasuk petugas BPJS Kesehatan, peserta JKN, provider di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), maupun pihak penyedia obat dan alat kesehatan.

“Ada sekitar 14 emiten lagi yang belum memenuhi ketentuan, emiten sebelumnya yang telah melaksanakan peraturan itu kebanyakan menggunakan mekanisme penerbitan saham baru atau ‘right issue’, sebagiannya melakukan pemecahan saham. Peraturan itu akan berlaku pada 31 Januari 2016,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka