Jakarta, Aktual.com — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan jumlah berkas perkara kepada pihak penuntut umum terkait kasus penerbitan faktur pajak fiktif hingga pertengahan November 2015 meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama menyebutkan hingga 15 November 2015 telah dilimpahkan 41 berkas perkara dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp1,2 triliun.
“Jumlah (kerugian negara) tersebut meningkat 132 persen dibandingkan penyelesaian berkas penyidikan hingga 15 November 2014, yang berjumlah 31 berkas perkara,” ujar Mekar Satria Utama dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/11).
Ia mengatakan peningkatan jumlah berkas perkara tersebut menunjukkan komitmen Direktorat Jenderal Pajak dalam menindak tegas para pengemplang pajak dan para penerbit faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Selain melaksanakan penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak sepanjang 2015 telah menerbitkan dua surat perintah penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang pidana asalnya adalah tindak pidana di bidang perpajakan.
Penerbitan Sprindik TPPU merupakan penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dimana penyidik pajak merupakan satu dari enam penyidik yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.
Dalam proses tersebut, telah disita benda tidak bergerak dan benda bergerak yang dimiliki oleh para tersangka antara lain satu rumah di Tanah Kusir, dua rumah di Bintaro, satu unit apartemen di Gandaria City dan satu unit apartemen di Soho Capital Tanjung Duren.
Selain itu, ikut disita satu unit apartemen di Central Park, satu unit apartemen Residen 8 Senopati, satu rukan di Grand Galaxy City serta sejumlah kendaraan mewah termasuk satu Mitsubishi Pajero Sport, satu Jeep Wrangler, satu VW Golf, dan satu motor Harley Davidson.
Direktorat Jenderal Pajak menyayangkan dari beberapa kasus penanganan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan, ditemukan adanya keterlibatan konsultan pajak baik yang memiliki izin maupun yang tidak memiliki izin resmi.
“Oleh karena itu, perlu adanya sinergi yang positif antara Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak, dan Konsultan Pajak dalam rangka mendukung penerimaan pajak yang menjadi tulang punggung APBN,” tambah Mekar Satria Utama.
Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan peningkatan penegakan hukum di bidang perpajakan dan jumlah kerugian negara yang ditimbulkan, tidak saja menjadi sarana penegakan keadilan bagi Wajib Pajak, namun juga untuk meningkatkan kepatuhan.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka