Dua pejalan kaki melintasi papan sosialisasi pembayaran pajak secara online di Jakarta, Selasa (1/3). Direktorat Jenderal Pajak membuat peta zona potensial pajak untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp1.360,1 triliun pada 2016. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (kemenkeu) sedang mengkaji penerapan pajak progresif bagi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk mendorong pemanfaatan lahan agar lebih efisien dan produktif.

“Kita coba mendetailkan pakai mekanisme apa, jenisnya bagaimana. Nanti kita diskusi dengan teman-teman (Kementerian) Agraria dan Tata Ruang,” kata Kepala BKF Suahasil Nazara di Jakarta, Selasa (24/1).

Suahasil mengakui pengenaan tarif pajak kepada tanah yang “menganggur” bisa saja diterapkan, karena banyak sekali masyarakat yang berinvestasi di lahan, namun pemanfaatannya masih minimal.

“Kita belum diskusikan secara detail. Tapi prinsipnya kita mengerti bahwa ada keinginan untuk memajaki tanah-tanah yang ‘idle’ agar bisa lebih produktif,” ujarnya.

Suahasil memastikan pajak ini bisa berfungsi sebagai insentif atau disinsentif bagi pemilik lahan agar mau mengolah maupun menggunakan tanah tersebut dengan optimal dan tidak sekedar “menganggur”.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyelesaian masalah tanah menjadi penting karena lahan bisa menciptakan aktivitas ekonomi dan mengatasi masalah kesenjangan.

Untuk itu, ia memastikan Kementerian Keuangan akan terus berdiskusi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang agar ditemukan solusi yang efisien guna menyelesaikan persoalan terkait lahan.

“Presiden sudah berkali-kali mengatakan bahwa tanah faktor yang penting bagi ekonomi. Banyak hal strategis yang berhubungan dengan tanah seperti masalah produktivitas atau pajak. Ini sudah dibicarakan dan sedang kami bahas bersama,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengutarakan ide penerapan pajak progresif bagi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya dan terbengkalai.

Usulan kebijakan ini lahir karena sudah terlalu banyak masyarakat yang berinvestasi di tanah, namun lahan tersebut tidak produktif, padahal masih banyak warga yang membutuhkan lahan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

“Kebijakan pertanahan selama ini banyak yang tidak di’review’. Banyak orang yang ‘saving’ di tanah, tapi tanah itu tidak ada fungsinya. Padahal harganya makin mahal. Makanya banyak yang tidak dapat tanah. Untuk itu, tanah yang tidak dimanfaatkan akan kita pajakin,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka