Jakarta, Aktual.com – Kementerian Keuangan akan mengkaji penghitungan potential lost atau biaya yang timbul sebagai akibat pemanfaatan potensi alam dalam penyusunan neraca sumber daya alam (SDA) untuk mendorong penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Jangan sampai kita senang dengan kenaikan PNBP atau pendapatan yang kita dapat tapi kita melupakan ada potential lost yang tidak kami perhitungkan,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam seminar penilaian SDA di Jakarta, Rabu (25/9).
Menurut dia, biaya untuk mengantisipasi kehilangan potensi lain dari alam itu merupakan salah satu indikator penting dalam neraca SDA karena turut berkontribusi menjaga kesinambungan SDA.
Dengan begitu, dalam neraca SDA diharapkan tidak hanya menghitung potensi atau cadangan alam semata tapi juga potensi kehilangan agar menjadi perhatian.
“Saat yang sama kami juga harus melihat berapa banyak hutan dibuka dan menjadi sawit yang sebetulnya kita kehilangan potensi lain hilang,” katanya.
Sementara itu, dari sisi penerimaan, lanjut dia, PNBP dari SDA mengalami peningkatan sehingga masih ada potensi yang perlu dikembangkan.
Isa menambahkan PNBP dari SDA 2018 bahkan realisasinya rata-rata melampaui target.
Ia menyebutkan PNBP dari minyak dan gas pada 2018 mencapai Rp143,3 triliun atau 178,2 persen dari target, pertambangan mineral dan baru bara mencapai Rp30,3 triliun atau 169,6 persen dari target.
Sektor kehutanan mencapai Rp4,8 triliun atau 114 persen, panas bumi Rp2,3 triliun atau 325 persen dan perikanan yang baru mencapai 73 persen sebesar Rp400 miliar.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan pihaknya memiliki sistem terintegrasi neraca lingkungan dan ekonomi (Sisnerling) sejak 1990.
Hingga 2018, lanjut dia, cakupan SDA Sisnerling meliputi sumber daya energi dan mineral, kayu, dan lahan.
Namun, Sisnerling belum mencakup sumber daya tanah, aquatik, air, dan sumber daya biologis lainnya.
Suhariyanto menjelaskan pada 2013-2017 terjadi perubahan tutupan lahan di Indonesia yang ditunjukkan dengan hilangnya pertanian lahan kering hampir 2,1 juta hektare.
“Tapi sebaliknya, lahan perkebunan bertambah 5,1 juta hektare dan ini bisa diduga yang paling banyak adalah kepala sawit yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan