Jakarta, Aktual.co — Staf Ahli Kementerian Keuangan bidang pengeluaran negara Purwiyanto memastikan kebijakan tentang keuangan menyentuh hingga ke daerah-daerah, salah satunya yang berada di Provinsi Jawa Tengah.

“Sejumlah kebijakan pemerintah salah satunya tentang keuangan tidak akan sukses jika tidak didukung oleh seluruh elemen masyarakat,” ujar Purwiyanto di Semarang, Kamis (26/3).

Menurutnya, salah satu yang perlu disampaikan kepada seluruh elemen masyarakat yaitu postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Komponen penting dari postur APBN di antaranya besaran indikator ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, keseimbangan primer, keseimbangan umum, dan pembiayaan anggaran.

“Masing-masing besaran bisa dibedakan menjadi besaran dasar yang lebih terkait dengan kondisi perekonomian dan alamiah lainnya. Selain itu, dampak dari upaya baik kebijakan maupun administratif yang keduanya tergantung pada kualitas upaya yang ditempuh Pemerintah,” katanya.

Pihaknya menjelaskan, kualitas pelaksanaan APBN ditentukan oleh banyak aspek yang saling terkait secara erat, di antaranya ekonomi, politik, sosial budaya, dan hankam baik dalam negeri maupun internasional.

Selain itu, proses perencanaan, pembahasan, pelaksanaan, monitoring, pengawasan, SDM dengan kapasitas dan integritasnya, SDA, iklim, kondisi alam, dan lingkungan juga perlu dilakukan.

Perlu juga diperhatikan ketepatan waktu, langkah kebijakan, langkah administrasi serta prosesnya, optimalisasi antara kepentingan jangka pendek dan jangka panjang, individu dan masyarakat. Selain itu kesamaan persepsi dan kualitas sinergi dari para pemangku kepentingannya juga harus diperhatikan.

“Oleh karena itu, komunikasi yang baik merupakan aspek penting karena akan meningkatkan persamaan persepsi, dan meningkatkan sinergi,” katanya.

Sementara itu, APBNP 2015 perlu dilakukan lebih awal karena perlu menampung program-program inisiatif pemerintahan baru dalam peningkatan kualitas belanja, di antaranya kebijakan subsidi, pangan, infrastruktur, dan program kerakyatan lainnya yang antara lain menimbulkan konsekuensi pada perubahan nomenklatur.

Percepatan tersebut juga dilakukan guna mengakomodasi dinamika berbagai faktor ekonomi makro di antaranya tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih konservatif, inflasi yang lebih tinggi, nilai tukar rupiah yang lemah terhadap dolar AS, harga minyak mentah yang lebih rendah, dan tingkat bunga SPN tiga bulan yang lebih rendah.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka