Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenkominfo Ismail saat menjadi pembicara kunci untuk acara bertajuk "Imagine Live - Unlock the Future of 5G" di Jakarta, Selasa (8/8/2023). (ANTARA/Livia Kristianti)
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenkominfo Ismail saat menjadi pembicara kunci untuk acara bertajuk "Imagine Live - Unlock the Future of 5G" di Jakarta, Selasa (8/8/2023). (ANTARA/Livia Kristianti)

Jakarta, aktual.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan bahwa fiberisasi adalah faktor kunci bagi kesuksesan implementasi konektivitas 5G di Indonesia.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenkominfo, Ismail, menjelaskan bahwa pelaku layanan telekomunikasi perlu melakukan fiberisasi agar tercipta konektivitas yang lebih stabil untuk jaringan 5G.

“Konektivitas 5G tanpa fiberisasi untuk mengkoneksikan jaringannya dan hanya mengandalkan teknologi microwave link tidak akan berhasil, kecepatannya tidak akan mencapai potensinya. Oleh karena itu, fiberisasi menjadi hal yang sangat penting,” ujar Ismail dalam acara “Imagine Live – Unlock the Future of 5G” di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Fiberisasi pada dasarnya adalah pengembangan jaringan infrastruktur digital dengan menggunakan kabel serat optik.

Konektivitas digital berbasis serat optik memiliki teknologi transmisi sinyal yang aman, berkualitas tinggi, dan tahan terhadap korosi, menjadikannya pilihan yang cocok untuk rencana jangka panjang.

Ismail menekankan bahwa fiberisasi mampu memodernisasi konektivitas digital, tetapi membutuhkan biaya yang signifikan. Ini menjadi tantangan bagi operator telekomunikasi dalam menerapkan konektivitas 5G secara merata di Indonesia.

Selain fiberisasi, Ismail juga menyoroti tantangan lain dalam menciptakan konektivitas 5G di Indonesia, yaitu pemenuhan spektrum frekuensi.

Kemenkominfo, sebagai lembaga yang mengatur penggunaan spektrum frekuensi, saat ini masih menunggu waktu yang tepat untuk melepas spektrum frekuensi yang tersedia agar dapat dimanfaatkan secara efektif.

“Dibutuhkan waktu yang tepat untuk merilis spektrum frekuensi, apabila sembarang dirilis dan ternyata harganya tidak rasional maka akan sulit juga untuk diserap oleh para operator telekomunikasi,” ujar dia.

Oleh karena itu, Kemenkominfo sedang merencanakan penataan yang tepat untuk spektrum frekuensi, terutama untuk frekuensi jalur pita 700 Mhz. Frekuensi ini akan dimanfaatkan setelah program migrasi siaran TV analog ke TV digital atau “Analog Switch Off” selesai.

“Harga spektrum ini harus bisa dikontrol, harus ada biaya spektrum frekuensi yang optimum dan ini kita proses ya dan mungkin dirilis dalam beberapa bulan ke depan,” kata Ismail.

Hingga tahun 2021, teknologi 4G masih menjadi pilihan utama dalam konektivitas digital di Indonesia. Data dari Kemenkominfo menunjukkan bahwa sekitar 96 persen perangkat di Indonesia telah menggunakan teknologi 4G, sementara sisanya masih mengandalkan 2G dan 3G.

Dengan optimalisasi fiberisasi dan penataan spektrum frekuensi, diharapkan adopsi konektivitas 5G dapat terealisasi dengan baik.

Artikel ini ditulis oleh: