Jakarta, Aktual.com – Wakil Menteri Luar Negeri RI AM Fachir, mengatakan kawasan Laut China Selatan (LCS) harus dikelola melalui kerja sama seluruh pihak yang berkepentingan karena hanya kolaborasi dan dialoglah stabilitas dan kemakmuran di seluruh kawasan dapat tercapai.
Pernyataan tersebut disampaikan Wamenlu dalam Lokakarya ke-28 Penanganan Potensi Konflik di LCS, di Manado, Sulawesi Utara, pada 9-11 September 2018.
“Lokakarya ini bertujuan membangun kerja sama yang lebih erat guna mencapai hasil-hasil yang konkret dalam mempertahankan perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan di kawasan LCS,” kata Wamenlu dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (10/9).
Acara yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemlu dan Pusat Studi Asia Tenggara (Center for South East Asian Studies) itu diikuti 64 peserta dari Indonesia, Brunei Darussalam, China, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Vietnam, dan Taiwan.
“Kehadiran para peserta dalam lokakarya ini mencerminkan konvergensi dari kepentingan bersama untuk mengelola dinamika di Laut China Selatan melalui proyek-proyek konkret,” ujar Fachir.
Pelaksanaan lokakarya ini merupakan upaya diplomasi “one and a half track” untuk mendukung upaya perundingan antarpemerintah (first track), khususnya membangun rasa saling percaya (confidence building measures).
Berbagai negara telah mengakui inisiatif ini sebagai sebuah kisah sukses dalam pengelolaan potensi konflik di kawasan dan menjadi inspirasi bagi pengelolaan dinamika kawasan di belahan dunia lainnya.
Pada lokakarya ini dibahas berbagai masalah kelautan terkini serta eksplorasi berbagai inisiatif dan prospek kerja sama.
Beberapa kerja sama yang diusulkan di dalam Lokakarya antara lain proyek pelatihan di bidang tata kelola laut (ocean governance) dan teknologi informasi di bidang kelautan, serta proyek penelitian, dan pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) melalui proyek “Geo-Park” di Kepulauan Natuna. Salah satu isu yang mengemuka pada lokakarya tahun ini adalah pembahasan mengenai penanganan polusi sampah laut (marine debris), dan lokakarya telah mengusulkan proyek kerja sama penelitian mengenai hal ini, antara lain terkait dampak microplastic terhadap ekosistem dan biota kelautan serta penyelidikan mengenai distribusi dan sumber dari microplastic.
Sebelumnya pada 8 September 2018 di tempat yang sama telah diselenggarakan pertemuan “The 14th Working Group on the Study of Tides and Sea Level Change and Their Impacts on Coastal Environment in the South China Sea Affected by Potential Climate Change” sebagai bagian integral dari lokakarya. Pertemuan ini menyepakati berbagai proyek kerja sama untuk tahun 2019, antara lain kunjungan penelitian bersama ke daerah pesisir yang terkena dampak kenaikan permukaan laut di wilayah Laut China Selatan dan mengevaluasi model yang paling sesuai serta dampaknya terhadap lingkungan pesisir.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: