Jakarta, Aktual.com — Kementerian Perindustrian dukung diloloskan izin impor gula mentah (raw sugar) yang hanya diperuntukkan memenuhi kekurangan pasokan bahan baku industri gula rafinasi untuk makanan dan minuman.

“Permintaan impor gula tersebut merupakan rekomendasi dari Kemenperin yang didasarkan dari kebutuhan gula mentah yang diperlukan oleh industri gula rafinasi di dalam negeri,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto di Jakarta, ditulis Selasa (28/7).

Menurut Panggah, untuk memperoleh pasokan gula mentah, selama ini pemerintah memang terpaksa harus mengimpor dari negara lain, karena pasokannya tidak tersedia di dalam negeri.

Dia menjelaskan, izin impor gula mentah sebanyak 600.000 ton yang telah diloloskan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut hanya diperuntukkan sebagai stok bahan baku industri gula rafinasi periode triwulan III/2015.

“Pemberian izin impor gula mentah untuk industri rafinasi tahun ini diperketat untuk mencegah terjadinya perembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi,” katanya.

Menurut dia, untuk meminimalisasi perembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi, pengajuan impor gula mentah untuk rafinasi harus melampirkan kontrak pembelian gula rafinasi oleh industri makanan dan minuman.

“Pelaku usaha makanan dan minuman harus memberikan bukti kontrak ketika membeli gula rafinasi,” katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan pada dasarnya pelaku usaha makanan dan minuman mendukung kebijakan izin impor gula mentah.

“Sampai saat ini, stok masih mencukupi dan kami harap impor gula mentah sudah diproses saat ini,” kata Adhi.

Menurut dia, membutuhkan waktu 45 hari untuk impor gula mentah setelah izin kuotanya dikeluarkan oleh Kemendag.

Adhi menambahkan kebutuhan gula rafinasi pada Juli hingga September 2015 mencapai 800.000 ton, sehingga diharapkan kuota yang dikeluarkan Kemendag mampu mencakup kebutuhan tersebut.

Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia Adig Suwandi menambahkan, pada prinsipnya, jangan sampai gula rafinasi yang untuk industri makanan minuman tersebut merembes ke pasar eceran.

“Pemerintah harus menjamin itu kalau tidak ingin petani tebu dan pabrik gula bangkrut. Pengalaman 2014 sebaiknya jadi pelajaran agar harga gula petani tidak lebih rendah dibandingkan biaya pokok produksi,” kata Adig.

Artikel ini ditulis oleh: