Jakarta, Aktual.com — Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menggenjot ketersediaan tenaga insinyur dalam negeri dengan mendorong perguruan tinggi mempercepat meluluskan mahasiswanya untuk memenuhi kuota yang tersedia.
“Saat ini jumlah insinyur yang kita butuhkan pembangunan infrastruktur lima tahun kedepan, sebanyak 1,5 juta. Jumlah yang baru kita miliki kurang dari 800 ribu insinyur,” kata Kepala Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek-Dikti Muhammad Dimiyati di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (11/11).
Dia mengatakan, pemerintah dalam lima tahun ini mempunyai 5.500 triliun untuk membangun infrastruktur. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia diantaranya tenaga insinyur. Jumlah yang ada saat ini belum mencukupi untuk memenuhi kuota yang ada. Dari 4.000 perguruan tinggi di Indonesia, jumlah insinyur kurang dari 800 ribu orang.
Menurut dia, tidak memungkinkan dalam waktu lima tahun ini untuk memenuhi kuota insinyur tersebut, sehingga mau tidak mau tenaga kerja dari luar akan datang ke Indonesia. Mereka akan bekerja sebagai peneliti dengan bayaran yang mahal.
“Pekerja asing akan menjadi bos di negara kita, sementara pekerja kita yang pendidikannya rendah akan bekerja seabgai tenaga kerja keras dan berpanas-panasan,” katanya.
Dimiyati mengatakan, diperlukan sumber daya manusia yang unggul dan terampil dalam jumlah besar, jika tidak Indonesia akan menjadi negara yang hanya menjadi penonton pada persaingan ekonomi global.
Dia mengatakan, upaya untuk menggenjot ketersediaan tenaga insinyur yang mencukup telah dilakukan oleh Kemenristek-Dikti, lewat kegiatan mempercepat program studi di perguruan tinggi meluluskan mahasiswanya, khususnya jurusan yang terkait dengan pembangunan seperti penginderaan jauh.
“Kita juga memangkas birokrasi untuk meraih gelar pendidikan doktoral tidak harus lama. Begitu juga kebutuhan sumber daya manusia yang ahli seperti profesor, kita pagkas dua bulan bisa jadi guru besar. Artinya dalam berbagai hal pemenuhan sumber daya manusia, Kemenristek-Dikti sudah berupaya luar biasa,” ujar dia.
Sementara itu, untuk mendukung kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan lewat pemanfaatan teknologi pengindraan jauh, Dimiyati menambahkan, perlu ada ketersediaan SDM penginderaan jauh yang terampil agar kemandirian dapat terwujud.
“Lulusan penginderaan jauh tidak hanya difokuskan pada perguruan tinggi, tapi juga ada program pendidikan diploma satu dan dua yang bisa diikuti pemerintah daerah untuk mengirimkan sumber daya manusianya menguasai penginderaan jauh,” kata Dimiyati.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu