TC merupakan metode rehabilitasi sosial dengan menggunakan asas kekeluargaan serta menitikberatkan pada kekuatan kelompok/komunitas yang terdiri dari para individu penyalahguna napza dengan permasalahan dan kebutuhan yang sama sehingga mengatasi masalah adiksi mereka melalui solusi yang berasal dari dalam diri.
Selain itu, Kemensos juga mendirikan rehabilitasi lewat pelatihan vokasi, pendampingan keluarga dan “after care” setelah di luar panti.
“Ini yang kadang-kadang orang tidak menyadari seakan-akan fenomena napza itu hanya orang yang ketergantungan obat dan penanganannya secara medis saja atau hanya perlu pendekatan keamanan saja lewat hukum padahal tidak seperti itu,” tambah dia.
Maka menurut dia harus terintegrasi yaitu adanya pembagian peran yang jelas, tidak boleh ada satu lembagapun yang mengklaim sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menangani napza.
Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza telah menetapkan 163 Lembaga Kesejahteraan Sosial menjadi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), yang terdiri atas tiga lembaga milik Pemerintah Pusat yakni Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan di Bogor, Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Insyaf di Medan dan Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (PSRSKPN) Satria di Baturaden.
Untuk 2018 Kemensos juga menargetkan merehabilitasi sosial 15.430 korban penyalahgunaan napza.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid