Dwi menambahkan, upaya TNI memonopoli gabah petani tidak hanya terjadi di Maros. Setelah mengelilingi 19 kabupaten di Jawa dan Bali, Dwi melihat banyak petani merasa tertekan dengan sikap TNI tersebut.
“Dan program sergab ini kan programnya Kementan, yang bekerja sama dengan TNI. Seharusnya sudah lah, kementerian-kementerian itu bekerja sesuai tupoksinya masing-masing,” kata Dwi.
Kementan, kata dia, seharusnya bekerja dalam meningkatkan produksi pangan dan menyejahterakan petani. Sementara, ambisi Kementan menyerap gabah dengan melibatkan TNI itu justru merusak tatanan pemerintahan dan mengabaikan kesejahteraan petani.
“Sistem perdagangan gabah kacau di wilayah. Kalau ada pedagang dari luar daerah membeli ke sana dengan harga yang lebih tinggi kan menguntungkan petaninya,” kata dia
Dwi menilai, tugas penyerapan gabah itu harusnya dilakukan oleh Bulog. Sedangkan distribusi dan peluang usahanya diatur oleh Kementerian Perdagangan. Kementan, tegas dia, tidak boleh mengusik tatanan tersebut, apalagi menambahkan TNI di dalamnya.
Artikel ini ditulis oleh: