“Tahun lalu, serap gabah sudah ada. Tahun lalu serapannya sangat kurang, 2,1 juta ton beras dari target 3,7 juta ton. Jadi tidak efektif cara-cara seperti itu. Untik itu, saya kira kementerian dan lembaga itu bekerja lah sesuai tupoksinya. Biarlah bulog bekerja karena dia arahnya di situ,” kata Dwi.
Sementara itu, Ombudsman RI melihat TNI berpotensi melawan perbuatan melawan hukum karena melarang petani menjual gabah keluar daerah. Sejumlah aturan diduga ditabrak TNI, salah satunya adalah kategori maladministrasi berupa penyalahgunaan kewenangan sebagaimana dimaksud oleh UU 37/2008 tentang Ombudsman RI.
“Perdagangan antardaerah tak boleh dihambat karena ini NKRI dan berpotensi juga melanggar UU Larangan Praktik, Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kategori entry barrier,” tegas anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih.
Alamsyah juga menilai Kementan harus mengevaluasi kerja sama itu karena tindakan TNI membuat persaingan usaha tidak sehat. Meskipun dengan alibi ada kesepakatan dengan pedagang, lanjutnya, tapi jika kesepakatan formal berawal dari upaya paksa, itu tetap salah karena melanggar kebebasan berusaha bagi warga negara.
“Jangan karena beras masuk pangan strategis lantas pihak-pihak tertentu merasa dapat semena-mena mengintervensi. Sekali lagi kami sedang mendalami. Ini sangat serius bagi kami,” kata Alamsyah. Dia menambahkan, pihaknya tengah menyelidiki kasus tersebut dan tetap berpihak pada asas praduga tak bersalah.
Artikel ini ditulis oleh: