Jakarta, Aktual.com – Kementerian Pertanian (Kementan) mengimbau setiap daerah secara serius memperketat pencegahan penyebaran penyakit Jembrana pada sapi, dengan meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas ternak tersebut.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda mengatakan bahwa upaya itu penting dilakukan, salah satunya di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang beberapa daerah telah terdeteksi penyakit hewan tersebut.
“Menyusul kali pertama terjadinya wabah penyakit Jembrana yang menyerang sapi Bali di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara, maka kami mengimbau agar setiap daerah serius memperketat upaya pencegahan dengan meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas ternak,” kata Agung dalam keterangan di Jakarta, Selasa (5/11).
Dia menekankan bahwa hal itu penting diterapkan agar dapat mencegah penyebaran penyakit yang telah menginfeksi ratusan sapi di beberapa kabupaten di Sultra.
“Kementan melalui Balai Besar Veteriner Maros telah mengkonfirmasi tujuh sampel positif Jembrana dari 55 sampel yang diuji pada 11 Oktober 2024,” ucap Agung.
Agung juga menyebutkan bahwa berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sultra yang diperoleh melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan (iSIKHNAS), terdapat 422 ekor sapi yang terlapor terjangkit, tersebar di enam kabupaten; Bombana, Kolaka, Kolaka Timur, Konawe, Konawe Selatan, dan Konawe Utara.
“Meskipun angka kematian ternak kini mulai melandai berkat langkah biosekuriti dan pengobatan, Kementan tetap memperingatkan pentingnya pengawasan dan pengendalian penyakit,” jelasnya.
Dia menjelaskan Jembrana merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang hanya menyerang sapi Bali dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar dengan angka kematian yang dapat mencapai 100 persen.
Penyakit itu ditandai dengan gejala demam, peradangan selaput lendir, pembesaran kelenjar limfa, dan pada beberapa kasus, keringat darah.
Penularan biasanya terjadi melalui kontak langsung antara sapi yang sakit dan sehat, meskipun nyamuk dan serangga lainnya juga dianggap dapat menyebarkan virus itu.
Penggunaan jarum suntik berulang saat vaksinasi juga menjadi salah satu potensi penularan.
Agung menyatakan bahwa vaksinasi adalah metode pengendalian paling efektif untuk mengatasi penyakit Jembrana, di samping pemberian vitamin, obat-obatan, dan desinfektan di area peternakan.
“Kami telah mengirimkan pasokan obat-obatan, vitamin, dan desinfektan ke Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Provinsi Sultra pada 24 Oktober 2024 lalu,” ungkapnya.
Agung juga menekankan pentingnya pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengawasan Lalu Lintas Hewan, Produk Hewan, dan Media Pembawa Penyakit Hewan Lainnya di Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Peraturan ini adalah tulang punggung ketahanan sistem kesehatan hewan di Indonesia. Kita harus belajar dari pengalaman wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada tahun 2022. Upaya pencegahan akan selalu lebih efektif dibandingkan penanganan setelah wabah terjadi,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa aturan terkait pengawasan lalu lintas ternak telah dirancang berbasis digital untuk memudahkan implementasi, dan menjadi standar nasional dalam upaya pengendalian risiko.
Pemerintah Provinsi Sultra juga telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan mengimbau peternak untuk mengandangkan ternak mereka, memisahkan hewan yang sakit dari yang sehat, serta menerapkan biosekuriti seperti sanitasi, pembersihan, dan desinfeksi kandang.
Pemerintah Provinsi Sultra juga telah mengalokasikan 15.000 dosis vaksin Jembrana untuk tahun 2025.
“Diharapkan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) dapat menjalankan pelayanan kesehatan hewan yang andal dan profesional demi memastikan penanganan kesehatan ternak yang lebih baik,” kata Agung.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra