Jakarta, Aktual.com – Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim bahwa produksi jagung nasional akan mengalami surplus pada 2018.

Klaim ini disebutkan dengan perhitungan perkiraan produksi dikurangi dengan proyeksi kebutuhan jagung nasional.

Dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/9), Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, surplus ini sekaligus menepis anggapan bahwa harga pakan ternak yang naik belakangan ini diakibatkan oleh melesetnya data produksi.

Berdasarkan hitungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP) Kementan, produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 12,49 persen per tahun. Itu artinya, tahun 2018 produksi jagung diperkirakan mencapai 30 juta ton pipilan kering (PK).

Hal ini juga didukung oleh data luas panen per tahun yang rata-rata meningkat 11,06 persen, dan produktivitas rata-rata meningkat 1,42 persen (ARAM I, BPS 2018).

Sementara dari sisi kebutuhan, berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, kebutuhan jagung tahun ini diperkirakan sebesar 15,5 juta ton PK, terdiri dari pakan ternak sebesar 7,76 juta ton PK, peternak mandiri 2,52 juta ton PK, untuk benih 120 ribu ton PK, dan industri pangan 4,76 juta ton PK.

“Artinya kita masih surplus sebesar 12,98 juta ton PK, dan bahkan Indonesia telah ekspor jagung ke Filipina dan Malaysia sebanyak 372.990 ton,” kata Sumarjo Gatot Irianto.

Gatot juga menyatakan bahwa secara umum produksi jagung nasional saat ini sangat baik. Di wilayah Indonesia Barat panen terjadi pada Januari-Maret, mencakup 37 persen dari produksi nasional.

Sementara itu, ke wilayah Indonesia Timur, panen cenderung mulai bulan April-Mei. Sentra produksi jagung tersebar yang di 10 Provinsi yakni, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatra Utara, NTB Jabar, Gorontalo, Sulut, Sumatra Barat, total produksinya sudah mencapai 24,24 juta ton PK.

“Artinya 83,8 persen produksi jagung berada di provinsi sentra tersebut berjalan dengan baik,” kata Gatot.

Gatot tak menampik bahwa pada pada musim-musim tertentu harga jagung bisa saja meningkat, tapi bukan berarti produksi dan pasokan jagung bermasalah.

Menurut dia, ada beberapa faktor yang turut memengaruhi, seperti konsumen untuk jagung ini yang relatif berfokus pada lokasi tertentu saja seperti Medan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Surabaya, Sulawesi Selatan sepanjang tahun.

Terkait harga jagung untuk pakan ternak, Gatot menjelaskan bahwa bahwa kebutuhan jagung untuk pabrik pakan saat ini sebesar 50 persen dari total kebutuhan nasional sehingga sensitif terhadap gejolak.

Kendalanya yang terjadi adalah karena beberapa pabrik pakan tidak berada di sentra produksi jagung, sehingga perlu dijembatani antara sentra produksi dengan pengguna agar logistiknya murah.

Saat ini tercatat ada 93 pabrik pakan di Indonesia yang tersebar di Sumatra Utara 11 unit, Sumatra Barat 1 unit, Lampung 5 unit, Banten 16 unit, Jawa Barat 11 unit, DKI Jakarta 6 unit, Jawa Tengah 12 unit, Jawa Timur 21 unit, Kalimantan Barat 1 unit, Kalimantan Selatan 2 unit, dan Sulawesi Selatan 7 unit.

“Beberapa pabrik pakan di daerah seperti, Banten, DKI Jakarta, Kalbar dan Kalsel tidak berada di sentra produksi jagung,” tambah Gatot.

Pada 2018 Pemerintah bertekad memenuhi kebutuhan jagung sepenuhnya dari produksi dalam negeri tanpa impor jagung sama sekali.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan