Surabaya, Aktual.com – Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan percepatan tanam guna meningkatkan produksi padi dan jagung serta menghindari terjadinya kekurangan pangan di tahun depan.
“Kami melakukan percepatan tanam, harapannya adalah untuk meningkatkan produksi, menekan impor tahun berikutnya,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman usai Rakor Upsus Peningkatan Produksi Padi dan Jagung Tahun 2023-2024 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu malam (22/11).
Untuk itu, Kementan turun ke lapangan guna memastikan petani yang bisa melakukan tanam sekarang segera melakukan tanam untuk menghindari terjadinya kekurangan pangan tahun depan.
“Tahun depan insya Allah kita tingkatkan produksi, kalau produksi meningkat impor akan turun. Dua tahun kemudian semoga bisa impornya kecil dan tahun ketiga kita sudah swasembada kembali seperti 2017, 2019, dan 2020,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mendukung peningkatan produksi padi dan jagung 2023-2024 guna mengembalikan swasembada dan menyetop impor.
“Ombudsman akan mendukung Menteri Pertanian untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam situasi yang sedang darurat seperti ini,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa Ombudsman selama tiga tahun ini melakukan monitoring pelayanan publik, salah satu hal yang perlu digenjot adalah terkait transformasi kebijakan pupuk bersubsidi.
“Kami memiliki data-data yang sangat akurat bahwa salah satu kontribusi penurunan produksi ini karena kebijakan pupuk bersubsidi yang tata kelolanya perlu pembenahan,” ujarnya.
Ombudsman telah menyampaikan bahwa jika ingin menggenjot produksi lagi maka pelayanan pupuk bersubsidi harus dipermudah dan jangan dibikin ribet.
“Kita mau melayani petani, mereka memiliki keterbatasan. BBM saja mudah, tapi kenapa melayani petani dipersulit,” ujarnya.
Oleh karena itu Ombudsman akan menyarankan sejumlah hal, Pertama penebusan pupuk bersubsidi kembali lagi ke kelompok jangan lagi ke individu. Kedua komoditasnya harus ditambah, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing wilayah.
“Ketiga komposisinya harus diubah lagi jangan 15, 10, 12 tapi kembali lagi kepada 15, 15, 15. Tidak perlu lagi gunakan kartu tani ataupun teknologi yang sebetulnya tidak bisa diaplikasikan di lapangan yang membuat petani ribet. Di Bali itu sampai sekarang penebusan pupuk bersubsidi itu pakai kelompok,” ujarnya.
“Kalau penataan itu diubah ditambah lagi dengan dukungan anggaran yang lebih memadai, saya yakin produksi pertanian kita akan lebih mudah untuk ditingkatkan lagi,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan