Perajin membuat tempe dari kedelai impor di sentra industri tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Senin (29/5). Perajin tempe di kawasan tersebut mengaku kewalahan memenuhi permintaan pada bulan Ramadan yang melonjak hingga dua kali lipat sehingga mereka harus melipatgandakan produksi dari 50 lonjor menjadi 110 lonjor tempe per hari. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/ama/17.

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Pertanian (Kementan) mengupayakan perbaikan standarisasi kualitas kedelai lokal agar bisa diterima dan digunakan oleh produsen tahu dan tempe, seiring upaya peningkatan produksi dengan target 1 juta ton yang sedang dilakukan.

Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian Yuris Tiyanto mengakui bahwa kualitas kedelai lokal tidak terstandarisasi dengan baik dan memiliki kualitas yang berbeda-beda.

“Kalau bicara kualitas, memang kita akui petani itu modalnya kurang, dampaknya dia menjual masih hijau, cepat-cepat, hasil panennya kedelai masih hijau sudah dijual sehingga kalau dipanen itu kan campur antara kuning dan hijau, itu tidak disukai oleh produsen tempe,” kata Yuris di Jakarta, Selasa (22/2),

Namun dia mengatakan Kementerian Pertanian pada tahun ini mulai memperbaiki standarisasi kualitas kedelai dan juga proses pascapanen, beriringan dengan peningkatan produksi dengan target 1 juta ton untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

“Kita sudah coba dengan tahun ini, mencoba pascapanen yang lebih bagus. Dengan kita bantu dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani tidak tergantung pada panen yang masih hijau sudah diambil, sehingga hasil panennya bisa optimal. Ditambah proses pasca panen bagus insya Allah nanti pedagang tempe akan puas,” katanya.

Yuris juga mengungkapkan alasan produsen tahu dan tempe tidak melirik kedelai lokal, selain kualitas standarisasi yang lebih rendah dibandingkan kedelai impor, harga kedelai lokal juga lebih tinggi.

Dia mengatakan bahwa petani tidak bisa menjual kedelai dengan harga yang lebih rendah karena sudah sesuai dengan harga acuan produsen yaitu Rp8.500 per kg.

“Kedelai impor itu harganya dulu di bawah Rp8.500, pada posisi sekarang kedelai impor kan susah nih karena kedelai Brasil dan Amerika diborong China, dampaknya ke Indonesia berkurang. Di sisi lain di Indonesia kedelai lokalnya sudah sampai seharga sekarang ini di Rp9.000 sampai Rp10.000, nah mereka tidak kuat, kira-kira begitu,” kata Yuris.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
A. Hilmi