Tangkapan layar Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Brigjen Pol. Daniel Aditya Jaya dalam forum group discussion bertajuk “Problematika Mafia Tanah di Indonesia” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Iqtishad Consulting, dipantau dari Jakarta, Kamis (9/12/2021). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.

Jakarta, aktual.com – Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, Kementerian Agraria, dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Brigjen Pol. Daniel Aditya Jaya menyebutkan salah satu modus mafia tanah untuk mendapatkan hak atas tanah adalah merekayasa gugatannya.

“Mafia tanah melakukan gugatan rekayasa di pengadilan untuk mendapatkan hak atas tanah, padahal baik penggugat maupun tergugat merupakan bagian dari kelompok mafia tersebut,” ujar Daniel Aditya Jaya.

Hal itu dikemukakannya saat menjadi pemateri dalam forum group discussion bertajuk Problematika Mafia Tanah di Indonesia yang disiarkan langsung di kanal YouTube Iqtishad Consulting, dipantau dari Jakarta, Kamis (9/12).

Dari modus seperti itu, Daniel mengimbau pihak pengadilan untuk lebih berhati-hati dan teliti mencermati setiap gugatan terkait dengan kasus pertanahan yang mereka terima. Dengan demikian, mafia tanah secara yuridis tidak bisa menguasai tanah yang bukan menjadi haknya.

Di samping itu, lanjut Daniel, modus lain yang dilakukan oleh mafia tanah, terutama di ranah pengadilan, adalah membeli tanah-tanah yang berpekara di pengadilan. Mereka lalu memberi suap kepada aparat penegak hukum sehingga putusan berpihak kepada kelompok mafia tanah itu.

“Kalau sudah seperti itu, arahnya juga tipikor (tindak pidana korupsi),” ucap Daniel.

Selain itu, kata dia, para mafia tanah juga melakukan modus lain, yaitu menggunakan hak tanah palsu. Dengan demikian, data hak palsu pun dapat menjadi legal karena adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Ada pula mafia tanah yang melakukan gugatan tiada akhir. Tindakan seperti itu, kata dia, menimbulkan banyaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap namun isinya bertentangan satu sama lain. Akibatnya, putusan tersebut pun tidak dapat dijalankan atau dieksekusi dan tanah pun tidak dapat dimanfaatkan oleh para pemilik yang sebenarnya.

Untuk mengatasi modus-modus para mafia tanah di pengadilan, Daniel mengimbau para hakim, terutama dari Mahkamah Agung, untuk memberitahukan kepada Kementerian ATR/BPN apabila menemukan gugatan ataupun putusan yang bertentangan antara satu sama lain.

“Perwakilan dari Mahkamah Agung bisa memberitahukan kepada kami apabila ditemukan gugatan ataupun putusan yang bertentangan satu sama lain. Ini bisa menjadi referensi kami untuk melakukan penanganan selanjutnya dalam bidang administrasi pertanahan,” imbau Daniel.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Rizky Zulkarnain