Jakarta, aktual.com – “Diplomasi pada dasarnya adalah bekerja dengan orang-orang, menyatukan orang-orang untuk menangani masalah-masalah sulit,” begitu kata John Roos, Duta Besar Amerika Serikat untuk Jepang periode 2009-2013.
Maka keberhasilan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memulangkan 569 Warga Negara Indonesia (WNI) korban eksploitasi online scam dari Myanmar pada 17-19 Maret ke tanah air merupakan bukti keberhasilan dari diplomasi pemerintah Indonesia.
Kedutaan Besar RI (KBRI) Bangkok mengumumkan bahwa 400 WNI dievakuasi dari Myawaddy pada 17 Maret dan tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta pada hari selanjutnya dengan penerbangan dari Bangkok, Thailand.
Kemudian, tim Perlindungan WNI Kemlu RI, KBRI Bangkok, dan KBRI Yangon kembali berhasil mengevakuasi 169 WNI dari Myawaddy pada 18 Maret dan tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta pada 19 Maret.
Kelancaran proses penyeberangan WNI dari Myawaddy itu didukung oleh koordinasi intensif dan dukungan penuh dari otoritas Thailand dan Myanmar.
Koordinasi dan komunikasi
Direktur Pelindungan WNI (PWNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu RI Judha Nugraha mengatakan KBRI Bangkok dan KBRI Yangon berkoordinasi dan berkomunikasi dengan otoritas Thailand dan Myanmar serta banyak pihak lainnya untuk membantu pemulangan WNI tersebut dari Myawaddy, Myanmar.
“Kita juga menjalin kontak-kontak dengan pihak-pihak yang kita nilai dapat membantu upaya kita untuk menyelamatkan WNI kita yang ada di Myanmar,” ujar Judha.
Meski tidak menjelaskan secara rinci koordinasi dan komunikasi dengan pihak-pihak yang ada di lapangan, Direktur PWNI itu menegaskan semua bantuan dari pihak-pihak tersebut dilakukan melalui jalur resmi.
Jalur pemulangan WNI dari Myawaddy itu dilakukan dengan menyeberangi perbatasan antara Myanmar dan Thailand, yaitu dengan menyeberangi 2nd Thai-Myanmar Friendship Bridge yang menghubungkan Myawaddy di Myanmar dengan Mae Sot di Thailand.
2nd Thai-Myanmar Friendship Bridge berfungsi sebagai penghubung transportasi darat di Koridor Ekonomi Timur-Barat, memfasilitasi transportasi barang, perjalanan, pariwisata, dan meningkatkan potensi perdagangan dan investasi antara Thailand dan Uni Myanmar, serta negara-negara di sub-wilayah Mekong.
Dari Mae Sot, setelah melalui proses skrining kesehatan dari National Referral Mechanism, para WNI itu dibawa melalui bus selama 10 jam ke Bandara Don Moeang di Bangkok untuk diterbangkan ke Bandara Internasional Soekarno Hatta Indonesia.
Pola Myawaddy-Mae Sot-Bangkok itu pertama kali dilakukan saat pemulangan 84 WNI dari Myanmar ke Indonesia pada 28 Februari.
Karena pola tersebut berhasil, hal yang sama dilakukan kembali oleh pihak Kemlu RI dan KBRI Bangkok dan KBRI Yangon untuk mengevakuasi para WNI keluar dari Myawaddy di Myanmar pada 17-19 Maret.
Otoritas Thailand menyampaikan pada Kemlu RI bahwa pola Myawaddy-Mae Sot-Bangkok itu menjadi rujukan proses pemulangan warga negara lain yang juga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.
Wilayah Myawaddy tidak dikuasai penuh oleh otoritas yang ada di Naypyidaw, melainkan dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata. Karena itulah, pihak Kemlu melakukan berbagai macam komunikasi tidak hanya melalui satu pintu, tetapi juga melalui banyak pintu.
Diplomasi dan Kerja sama kawasan
Kemlu RI pun menyadari pentingnya diplomasi yang kuat agar bisa membantu para WNI yang berada di luar negeri saat terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di tempat para WNI itu berada.
Karena itulah, untuk mengevakuasi WNI dari Myanmar, Kemlu RI menerapkan strategi 4P yaitu protection of victims (pelindungan korban), prosecution (penegakan hukum), prevention (pencegahan) dan partnership (kemitraan).
Mengenai kemitraan, Indonesia juga sudah melakukan langkah diplomasi baik secara bilateral, regional, dan multilateral.
Secara bilateral, Indonesia menjalin hubungan yang baik dengan Thailand di mana otoritas Thailand memberikan dukungan penuh mereka dalam membantu upaya Indonesia untuk memulangkan WNI dari Myanmar melalui Thailand.
Thailand telah memiliki National Referral Mechanism (NRM) untuk melindungi dan embantu korban perdagangan manusia di Thailand.
NRM bertujuan untuk memfasilitasi kerja sama antarlembaga terkait dalam mengidentifikasi dan membantu korban perdagangan manusia dan kerja paksa atau layanan, memastikan mereka memiliki akses ke layanan dukungan utama.
Operasi NRM dibagi menjadi empat tahap yaitu respon garis depan, penyaringan, identifikasi, dan perlindungan.
Selain itu, Indonesia juga sudah mengusulkan ASEAN Leaders Declaration on Combating Traffic Inversion Caused by the Abuse of Technology yang kemudian diadopsi oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2023.
Deklarasi tersebut mengakui meningkatnya ketergantungan pada teknologi dan potensi penyalahgunaannya, termasuk penggunaannya dalam memfasilitasi kegiatan kriminal transnasional dan terorganisasi seperti TPPO.
Deklarasi tersebut mengikat ASEAN untuk memperkuat mekanisme dan koordinasi kerja sama kawasan, meningkatkan upaya pelindungan dan dukungan bagi korban, mempromosikan respon ASEAN yang kohesif dan segera untuk mengatasi ancaman sekarang dan di masa mendatang yang timbul akibat penyalahgunaan teknologi.
Selain itu, ASEAN juga diminta untuk meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait untuk menyelidiki, mengumpulkan data, mengidentifikasi korban, mendeteksi, menghentikan dan mengadili kejahatan perdagangan manusia, dengan menggunakan perangkat teknologi dan berbagi praktik terbaik.
Meningkatkan pencegahan
Meski Kemlu RI berhasil memulangkan ratusan WNI korban eksploitasi online scam dari Myanmar ke Indonesia, pencegahan agar hal yang sama tidak terulang juga penting dilakukan.
Pencegahan semakin penting untuk dilakukan karena ada WNI yang menjadi korban online scam karena ditawari “bekerja” oleh orang terdekat mereka, seperti teman dan anggota keluarga.
Karena itulah, Kemlu RI mengatakan bahwa bentuk pelindungan paling pertama yang harus dilakukan adalah keluarga harus bersikap kritis ketika ada anggota keluarga mereka yang akan berangkat ke luar negeri.
Jika mendapati prosedur penempatan kerja yang tidak benar atau ilegal, seperti dokumen belum lengkap atau belum tanda tangan kontrak kerja sebelum berangkat ke luar negeri, para WNI diharapkan jangan memaksakan diri untuk berangkat.
Pencegahan tersebut memerlukan kerja sama semua pihak, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, termasuk kerja sama dengan LSM, media, akademik, pihak swasta dan kelompok masyarakat lainnya, terutama dari keluarga.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain