Jakarta, aktual.com – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia pada Senin telah berhasil memulangkan 17 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban perdagangan orang di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar.
Pemulangan ini merupakan bagian dari gelombang kedua dari total 26 WNI yang menjadi korban perdagangan orang dan dieksploitasi dalam penipuan daring (online scam) di Myanmar. Pada tanggal 4 Agustus, sembilan WNI telah dipulangkan ke Indonesia, sebagaimana diumumkan oleh Kemlu, Senin (14/8/2023).
Para WNI ini memasuki wilayah Myanmar melalui penyelundupan dari Thailand antara 6 November hingga 3 Desember 2022. Mereka kemudian dieksploitasi oleh perusahaan yang mempekerjakan mereka sebagai penipu online di wilayah konflik Myawaddy.
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yangon telah bekerja sama dengan otoritas setempat untuk memastikan para WNI ini dikeluarkan dari perusahaan tersebut. Setelah keluar dari perusahaan, mereka dijemput dan ditampung di KBRI.
Setelah melalui pemeriksaan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Myanmar, ke-17 WNI ini diidentifikasi sebagai korban perdagangan orang. Mereka terdiri dari tiga perempuan dan 14 laki-laki, berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.
Setelah tiba di bandara, para WNI ini akan diarahkan untuk menjalani rehabilitasi di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial di Bambu Apus, Jakarta, sebelum akhirnya dipulangkan ke daerah masing-masing.
KBRI Yangon mencatat bahwa masih ada 24 WNI yang dieksploitasi dan ditempatkan di wilayah Myawaddy, Myanmar, untuk terlibat dalam penipuan daring.
KBRI menegaskan komitmennya untuk menangani semua pengaduan yang masuk, meskipun dengan keterbatasan informasi dan sensitivitas politik di Myanmar. Pemerintah Indonesia terus mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam menerima tawaran pekerjaan, terutama yang terkait dengan perusahaan penipuan online.
Dalam penanganan kasus perdagangan orang, pendekatan pencegahan dan penegakan hukum tetap menjadi prioritas utama pemerintah Indonesia, demikian pernyataan tersebut.
Artikel ini ditulis oleh: